BERKATA BAIK ATAU LEBIH BAIK DIAM, SERTA MEMULIAKAN TAMU
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah e bersabda:
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata
baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah
dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (HR. Bukhari no.
6018, Muslim no. 47)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang penting dalam bidang adab. Makna hadits ini telah tercakup di dalam hadits ke-12.
Hak Allah Dan Hak Hamba
Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu
hak Alloh dan hak hamba. Penunaian hak Alloh porosnya ada pada
senantiasa merasa diawasi oleh Alloh. Di antara hak Alloh yang paling
berat untuk ditunaikan adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak
hamba, yaitu dengan memuliakan orang lain.
Menjaga Lisan
Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik
atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya
lebih rendah dari pada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan
dengan berkata yang tidak baik.
Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat
An-Nisa’: 114, yaitu perintah bershadaqoh, perintah kepada yang makruf
atau berkata yang membawa perbaikan pada manusia. Perkataan yang di luar
ketiga hal tersebut bukan termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang
mubah atau bahkan suatu kejelekan. Pada menjaga lisan ada isyarat
menjaga seluruh anggota badan yang lain, karena menjaga lisan adalah
yang paling berat.
Memuliakan Orang Lain
Memuliakan berarti melakukan tindakan yang terpuji yang bisa
mendatangkan kemuliaan bagi pelakunya. Dengan demikian memuliakan orang
lain adalah melakukan tindakan yang terpuji terkait dengan tuntutan
orang lain.
Batasan Tetangga Dan Tamu
Tetangga menurut syariat adalah sesuai dengan pengertian adat, artinya
kapan secara adat dinilai sebagai tetangga maka dinilai sebagai tetangga
juga oleh syariat. Kaidah menyatakan semua istilah yang ada dalam
syariat dan tidak ada batasannya secara syariat dan bahasa maka
pengertiannya dikembalikan kepada adat.
Batasan tamu yang wajib diterima dan dilayani adalah jika dia tidak
memiliki kemampuan untuk mencari tempat untuk tinggal atau untuk makan.
Jika mampu maka hukumnya sunnah. Adapun batasan lamanya adalah 1 hari 1
malam, sempurnanya 3 hari 3 malam.
Kalimat “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”,
maksudnya adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna,
yang (keimanannya itu) menyelamatkannya dari adzab Allah dan membawanya
mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam”
karena orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu dia
takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh
melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting
dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota
badannya karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan
semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al Isra’ : 36)
Dan firman-Nya:
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaff : 18)
Bahaya lisan itu sangat banyak.
Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengan keimanan
yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga dia
tidak akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam.
Sebagian ulama berkata: “Seluruh adab yang baik itu bersumber pada empat
Hadits, antara lain adalah Hadits “barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”.
Sebagian ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila
seseorang ingin berkata, maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar,
dia diberi pahala. Oleh karena itu, ia mengatakan hal yang baik itu.
Jika tidak, hendaklah dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya
haram, makruh, atau mubah”.
Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan
atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram
atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada
manusia.
Para ulama berbeda pendapat, apakah semua yang diucapkan manusia itu
dicatat oleh malaikat, sekalipun hal itu mubah, ataukah tidak dicatat
kecuali perkataan yang akan memperoleh pahala atau siksa. Ibnu ‘Abbas
dan lain-lain mengikuti pendapat yang kedua. Menurut pendapat ini maka
ayat di atas berlaku khusus, yaitu pada setiap perkataan yang diucapkan
seseorang yang berakibat orang tersebut mendapat pembalasan.
Kalimat “hendaklah ia memuliakan tetangganya…….., maka hendaklah ia
memuliakan tamunya” , menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan
berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku yang tidak baik
terhadap mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an keharusan
berbuat baik kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda :
“Jibril selalu menasehati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai
aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya”.
Bertamu itu merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang
shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar
dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang
terpuji.
Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “maka hendaklah ia
berkata baik atau diam” , menunjukkan bahwa perkatan yang baik itu lebih
utama daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada berkata buruk.
Demikian itu karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam
sabdanya menggunakan kata-kata “hendaklah untuk berkata benar”
didahulukan dari perkataan “diam”. Berkata baik dalam Hadits ini
mencakup menyampaikan ajaran Allah dan rasul-Nya dan memberikan
pengajaran kepada kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi mungkar berdasarkan
ilmu, mendamaikan orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang
lain. Dan yang terbaik dari semuanya itu adalah menyampaikan perkataan
yang benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau diharapkan
pemberiannya.
Pelajaran :
1. Iman terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari.
2. Islam menyerukan kepada sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang dikalangan individu masyarakat muslim.
3. Termasuk kesempurnaan iman adalah perkataan yang baik dan diam dari selainnya.
4. Berlebih-lebihan dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan menjaga pembicaraan merupakan jalan keselamatan.
5. Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang
bermanfaat dan mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi.
6. Tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal
tersebut dapat menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang
makruh.
7. Termasuk kesempurnaan iman adalah menghormati tetangganya dan memperhatikanya serta tidak menyakitinya.
8. Wajib berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq dan beramar ma’ruf nahi munkar.
9. Memuliakan tamu termasuk diantara kemuliaan akhlak dan pertanda komitmennya terhadap syariat Islam.
10. Anjuran untuk mempergauli orang lain dengan baik.