Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari (kiamat) ketika tidak lagi bermanfaat harta maupun keturunan, kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu’araa’ : 88-89).
Untuk memperjelas kandungan ayat yang mulia ini, marilah kita simak keterangan Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya….
Artinya; tidaklah harta yang dimiliki oleh seorang manusia -meskipun dia berikan emas sepenuh isi bumi- untuk menebus adzab Allah, demikian juga anak keturunannya bahkan meskipun seluruh manusia yang ada di muka bumi ini dia pergunakan untuk menebus adzab itu niscaya tidak akan diterima oleh Allah. Sebab pada hari itu tidak ada yang bermanfaat selain keimanan kepada Allah, keikhlasan dalam beragama kepada-Nya, dan juga sikap berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku-pelakunya.
Oleh karena itu Allah menyatakan (yang artinya), “kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” maknanya; selamat dari kotoran dosa dan kesyirikan. Muhammad bin Sirin mengatakan, “Hati yang selamat bisa menyadari bahwa Allah adalah (sesembahan) yang haq. Dan meyakini bahwa hari kiamat itu pasti datang tanpa ada keraguan padanya, dan Allah pasti membangkitkan orang-orang yang sudah terkubur.”
Sedangkan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma menjelaskan makna “kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” artinya, “Hati tersebut hidup dan mempersaksikan bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah.” Sementara Mujahid dan Al-Hasan menerangkan bahwa makna hati yang selamat yaitu bersih dari syirik. Sa’id bin Al-Musayyib melengkapi bahwa makna hati yang selamat adalah hati yang sehat; yaitu hati seorang mukmin, karena hati orang kafir dan munafik adalah hati yang sakit. Sebagaimana hal itu Allah sebutkan (dalam ayat yang artinya), “Di dalam hati mereka terdapat penyakit.” (QS. Al-Baqarah : 10). Sedangkan Abu Utsman An-Naisaburi mengatakan, “Hati yang selamat itu adalah hati yang bersih dari bid’ah dan merasa tentram di atas As-Sunnah.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 6/48).
Karakter hati yang selamat
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menyebutkan beberapa karakter/ciri hati yang selamat; yaitu hati tersebut diisi dengan : keikhlasan, ilmu, keyakinan, kecintaan kepada kebaikan dan menganggap kebaikan itu sesuatu yang indah di dalam hatinya, keinginan dan kecintaannya senantiasa mengikuti apa yang Allah cintai, begitu pula hawa nafsunya tunduk mengikuti ajaran yang Allah berikan (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 593).
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa hati tidak akan benar-benar bisa selamat kecuali jika terbebas dari lima hal; [1] syirik yang memupuskan tauhid, [2] bid’ah yang menyimpangkan dari As-Sunnah, [3] menuruti keinginan nafsu yang membuat berpaling dari perintah (syari’at), [4] kelalaian yang membuat dzikir terbengkalai, [5] hawa nafsu yang mengikis kemurnian ibadah dan keikhlasan (lihat Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hal. 138. Cet. Dar Al-Aqidah).
Sebagian orang bijak mengatakan, “Bukankah apabila orang yang sakit itu dihalangi dari makan dan minum serta tidak mengkonsumsi obat maka dia akan mati?”. Mereka (teman-temannya) menjawab, “Benar.” Lalu dia mengatakan, “Maka demikian pula hati; apabila ia terhalangi dari memperoleh ilmu dan hikmah selama tiga hari niscaya hati itu juga mati.” (lihat Al-’Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 144).
Hal-hal yang Mengotori Hati
Untuk memperjelas kandungan ayat yang mulia ini, marilah kita simak keterangan Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya….
Artinya; tidaklah harta yang dimiliki oleh seorang manusia -meskipun dia berikan emas sepenuh isi bumi- untuk menebus adzab Allah, demikian juga anak keturunannya bahkan meskipun seluruh manusia yang ada di muka bumi ini dia pergunakan untuk menebus adzab itu niscaya tidak akan diterima oleh Allah. Sebab pada hari itu tidak ada yang bermanfaat selain keimanan kepada Allah, keikhlasan dalam beragama kepada-Nya, dan juga sikap berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku-pelakunya.
Oleh karena itu Allah menyatakan (yang artinya), “kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” maknanya; selamat dari kotoran dosa dan kesyirikan. Muhammad bin Sirin mengatakan, “Hati yang selamat bisa menyadari bahwa Allah adalah (sesembahan) yang haq. Dan meyakini bahwa hari kiamat itu pasti datang tanpa ada keraguan padanya, dan Allah pasti membangkitkan orang-orang yang sudah terkubur.”
Sedangkan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma menjelaskan makna “kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” artinya, “Hati tersebut hidup dan mempersaksikan bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah.” Sementara Mujahid dan Al-Hasan menerangkan bahwa makna hati yang selamat yaitu bersih dari syirik. Sa’id bin Al-Musayyib melengkapi bahwa makna hati yang selamat adalah hati yang sehat; yaitu hati seorang mukmin, karena hati orang kafir dan munafik adalah hati yang sakit. Sebagaimana hal itu Allah sebutkan (dalam ayat yang artinya), “Di dalam hati mereka terdapat penyakit.” (QS. Al-Baqarah : 10). Sedangkan Abu Utsman An-Naisaburi mengatakan, “Hati yang selamat itu adalah hati yang bersih dari bid’ah dan merasa tentram di atas As-Sunnah.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 6/48).
Karakter hati yang selamat
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menyebutkan beberapa karakter/ciri hati yang selamat; yaitu hati tersebut diisi dengan : keikhlasan, ilmu, keyakinan, kecintaan kepada kebaikan dan menganggap kebaikan itu sesuatu yang indah di dalam hatinya, keinginan dan kecintaannya senantiasa mengikuti apa yang Allah cintai, begitu pula hawa nafsunya tunduk mengikuti ajaran yang Allah berikan (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 593).
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa hati tidak akan benar-benar bisa selamat kecuali jika terbebas dari lima hal; [1] syirik yang memupuskan tauhid, [2] bid’ah yang menyimpangkan dari As-Sunnah, [3] menuruti keinginan nafsu yang membuat berpaling dari perintah (syari’at), [4] kelalaian yang membuat dzikir terbengkalai, [5] hawa nafsu yang mengikis kemurnian ibadah dan keikhlasan (lihat Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hal. 138. Cet. Dar Al-Aqidah).
Sebagian orang bijak mengatakan, “Bukankah apabila orang yang sakit itu dihalangi dari makan dan minum serta tidak mengkonsumsi obat maka dia akan mati?”. Mereka (teman-temannya) menjawab, “Benar.” Lalu dia mengatakan, “Maka demikian pula hati; apabila ia terhalangi dari memperoleh ilmu dan hikmah selama tiga hari niscaya hati itu juga mati.” (lihat Al-’Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 144).
Hal-hal yang Mengotori Hati
Untuk pembahasan masalah ini, izinkanlah video berikut ini yang menjelaskannya ☛ :