Dari Sa'd bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Khaulah binti Hakim al-Salamiyah Radhiyallahu 'Anha berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

“Siapa yang singgah di suatu tempat, lalu ia membaca:

A'udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya)

Maka tak ada sesuatupun yang membahayakannya sehingga ia beranjak dari tempatnya tersebut.” {HR. Muslim: 4/2080. no. 2708}

Hadits ini mencakup tinggal dengan niatan untuk meninggalkannya (mampir/singgah) seperti musafir (orang dalam perjalanan), begitu juga berlaku bagi orang yang menempati satu rumah untuk bermukim (tinggal) di situ, baik itu milik sendiri atau bukan.

Jika orang-orang jahiliyah saat singgah di satu tempat mereka berlindung kepada jin-jin penguasa tempat tersebut, maka syariat datang dengan memerintahkan kepada kaum muslimin agar berlindung kepada Allah dengan menyebut nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya.

KETERANAGAN

1. Siapa yang singgah di satu tempat, memiliki dua makna: Pertama, singgah untuk selamanya. Kedua, singgah untuk mampir (sebentar). Alasannya: karena lafadz manzilan, adalah nakirah dalam bentuk syarat yang memiliki faidah umum. Tinggalnya tidak mesti sebentar, bisa juga tinggal untuk waktu lama atau selamanya seperti menempati rumah baru.

2. Kalinat-kalimat Allah yang sempurna, maksudnya: Al-Qur'an. Dan Al-Qur'an merupakan kalam Allah yang menjadi bagian dari sifat-sifat-Nya. Dan sifat Allah bukanlah makhluk. Karena beristi'adzah kepada makhluk tidak boleh.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, "Para imam seperti Ahmad dan lainnya telah menetapkan, tidak boleh beristi'adzah kepada makhluk. Dan inilah di antara yang mereka jadikan dalil bahwa kalam Allah bukan makhluk. Mereka berkata: karena telah ada ketetapan dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau beristi'adzah (memohon perlindungan) dengan kalimat-kalimat Allah dan memerintahkan hal itu. Karenanya, para ulama melarang jimat-jimat dan jampi-jampi yang tidak diketahui maknanya, khawatir kalau di dalamnya terdapat kesyirikan." (Lihat: Fathul Majid, Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, hal: 198)

3. Min Syarri Maa Khalaq, maknanya: dari keburukan semua makhluk yang memiliki potensi buruk/jahat. Seperti manusia, jin, hewan, angin, petir, dan segala macam bentuk bencana dunia dan akhirat.

MANFAAT DOA

Siapa yang membaca doa ini dengan benar, maka ia akan terlindungi dari berbagai gangguan, keburukan, dan kejahatan (seperti sakit atau pengaruh buruk) yang ditimbulkan oleh makhluk yang memiliki keburukan dan potensi jahat, seperti jin, manusia, dan selainnya, baik yang nampak atau tersembunyi sehingga ia meninggalkan termpat tersebut. Seperti sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Maka tak ada sesuatupun yang membahayakannya sehingga ia beranjak dari tempatnya tersebut."

Ibnul Qayyim rahimahullah, menjelaskan tentang sebab doa itu mujarab. Beliau mengibaratkan doa dan bacaan ta’awudz (perlindungan) itu seperti senjata (pedang). Hebatnya sebuah pedang bukan hanya bergantung kepada ketajamannya saja, tapi juga orang yang menggunakannya. Apabila pedang itu sempurna, tidak ada cacatnya, sementara penggunanya adalah orang yang kuat, serta penghalang-penghalangnya hilang, maka pedang tersebut pasti bisa membinasakan musuh. Namun sebaliknya, jika salah satu dari tiga syarat tadi luput, maka kehebatannya juga berkurang.

Begitu juga doa, jika kalimatnya sendiri tidak benar, atau orang yang berdoa tidak mengabungkan antara hati dan lisannya dalam berdoa, atau di sana ada penghalang dari dikabulkannya doa, maka pasti tidak akan diperoleh manfaat dari doa yang dibaca tersebut. {Al-Jawab al-Kaafi Liman Sa-ala ‘An al-Daa’ al-Syaafii}
 
Top