Ahli Ibadah tapi Ahli Neraka
Allah berfirman menceritakan keadaan salah satu ahli neraka,
عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ , تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً
“Rajin beramal lagi kepayahan, namun, memasuki api yang sangat panas (neraka).” (QS. Al-Ghasyiyah: 3 – 4).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan satu riwayat dari Abu Imran Al-Jauni, bahwa suatu ketika Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu pernah melewati sebuah kuil, yang ditinggali seorang rahib nasrani.
Umarpun memanggilnya, ‘Hai rahib… hai rahib.’ Rahib itupun menoleh. Ketika itu, Umar terus memandangi sang Rahib. Dia perhatikan ada banyak bekas ibadah di tubuhnya. Kemudian tiba-tiba Umar menangis.
Orang di sekitarnya keheranan, mereka bertanya,
‘Wahai Amirul Mukminin, apa yang membuat anda menangis?. Mengapa anda menangis ketika melihatnya.’
Jawab Umar,
ذكرت قول الله، عز وجل في كتابه: { عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً } فذاك الذي أبكاني
‘Aku teringat firman Allah dalam Al-Quran, (yang artinya) ‘Rajin beramal lagi kepayahan, namun, memasuki neraka yang sangat panas’ Itulah yang membuatku menangis.’ (Tafsir Ibn Katsir, 8/385).
Mengapa Mereka di Neraka?
Mereka rajin ibadah, namun semua sia-sia. Ibadahnya justru mengantarkan mereka ke neraka.
Apakah Allah mendzalimi mereka? Tentu tidak, karena Allah tidak akan pernah mendzalimi hamba-Nya. Allah haramkan diri-Nya untuk mendzalimi hamba-Nya.
Lalu apa Sebabnya?
Tentu saja semua itu kembali kepada pelaku perbuatan itu. Sebabnya adalah dia salah dalam beribadah. Dia beribadah, namun salah sasarannya, salah tata caranya, salah niatnya, salah yang disembah, atau salah semuanya. Sehingga bagaimana mungkin Allah akan menerimanya? Dan di saat yang sama, Allah justru memberikan hukuman kepada mereka. Wal ‘iyadzu billah..
Menyadari hal ini, sudah selayaknya kita bersyukur, Allah jadikan kita orang mukmin, padahal kita tidak pernah memintanya. Kita patut bersyukur, kita terlahir dari keluarga muslim, padahal kita tidak pernah memilihnya.
Tinggal saatnya kita berusaha agar amal kita diterima Allah. Caranya: kita berupaya agar amal yang kita kerjakan adalah amal yang benar. Benar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan syariat.
Kriteria itu, Allah nyatakan dalam firman-Nya,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya“. (QS. Al-Kahfi: 110).
Keterangan ayat,
- “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya” artinya dia siap bertemu Allah dengan membawa bekal amal yang diterima.
- “hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, itulah amal yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- “dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, dengan ikhlas karena Allah ketika beribadah.
Itulah salah satu ayat yang menjelaskan kriteria amal yang benar dalam syariat,
Benar niatnya: ikhlas karena mengharap balasan dari Allah
Benar tata caranya: sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allahu a’lam Nasehat.Net