Oleh: Prima Ibnu Firdaus al-Mirluny
Bismillah. Alhamdulillah.
Semoga Shalawat dan Salam tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau, sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik sampai akhir zaman. Amma ba’du:
Sebagian orang mengira bahwa ucapan “Saya tidak tahu” adalah aib bagi seorang penuntut ilmu, apa lagi seorang Ulama. Sehingga sebagian orang yang tertipu, menjawab segala pertanyaan manusia, baik yang dia ketahui ilmunya, maupun yang tidak dia ketahui ilmu ini. Ini termasuk musibah besar bagi orang tersebut karena menjawab pertanyaan tanpa ilmu..
Berikut beberapa faidah seputar ucapan “Saya Tidak Tahu” yang kami sarikan dari beberapa buku, agar bermanfaat bagi kaum Muslimin dan menjadi nasehat bagi para penuntut ilmu.
1. Imam Malik rahimahullah dan Saya Tidak Tahu
Imam Malik rahimahullah, penyusun kitab hadits yang terkenal yakni al-Muwatha', beliau guru besar dari Imam asy-Syafi'i rahimahullah dan pemilik madzhab fiqih Maliki.
Diriwayatkan dari Imam Malik rahimahullah -Madinah- ketika salah seorang datang dari negeri Andalusia dan bertanya kepadanya tentang 42 permasalahan. Ia hanya menjawab beberapa permasalahan saja dan menjawab sisanya dengan jawaban: "SAYA TIDAK TAHU" Orang itu heran dan berkata: "Anda Malik dan Anda Tidak Tahu?" Beliau –Imam Malik- rahimahullah menjawab: "Benar, dan katakanlah kepada orang - orang yang mengutusmu bahwa Malik Tidak Tahu."[1]
Abu Nu'aim rahimahullah berkata: " Aku belum pernah melihat seorang ulama yang lebih banyak mengucapkan: “Saya tidak tahu” daripada Imam Malik.”[2]
2. Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan Saya Tidak Tahu
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah pernah menjabat sebagai Mufti kerajaan Arab Saudi, dan menjadi ketua Lajnah ad- Daimah wal Ifta' dan organisasi islam lain nya.
Syaikh DR.Abdul Aziz As-Sadhan berkata: "Kami pernah mendengar yang Mulia Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah dalam acara Nuurun Ala Ad-Darbi dan dalam beberapa pelajaran maupun ceramahnya, ia menjawab (pertanyaan): "Saya Tidak Tahu."[3]
3. Wasiatkan kepada Murid mu ucapan “Saya Tidak Tahu”
Imam Ibnu Jama'ah rahimahullah berkata: "Hendaknya seorang ulama atau seorang guru mewariskan kepada murid - muridnya kata: "SAYA TIDAK TAHU" (jika tidak mempunyai ilmu tentang sesuatu) karena seringnya kata ini perlu diucapkan."[4]
4. Saya Tidak Tahu adalah KEBENARAN
Sahabat Nabi yang Mulia, Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhu berkata: "Jika seorang Ulama berkata : SAYA TIDAK TAHU, berarti ia telah berkata Benar."[5]
5. SAYA TIDAK TAHU dan PAHALA
Syaikh DR.Abdul Aziz as-Sadhan hafizhahullah berkata: "Merupakan musibah dan keanehan, jika anda tidak mengetahui dan anda tidak tahu bahwa anda tidak mengetahui. Sebagaimana perkataan penyair: "Merupakan hal yang paling aneh jika kamu tidak mengetahui, dan kamu tidak tahu bahwa kamu tidak mengetahui.”
Sebagian orang sok tahu dan berusaha menjawab (masalah yang tidak diketahuinya). Karena ia merasa bahwa kedudukan nya bisa turun dan kewibawaan nya akan berkurang jika ia mengatakan dirinya tidak tahu. (Sungguh) ini merupakan tipu daya syaithan. Seandainya anda mengatakan: "Saya tidak tahu." maka anda akan mendapatkan pahala. Ini juga akan mengangkat kedudukan anda didepan manusia."[6]
6. Saya Tidak Tahu adalah Perisai Para Ulama
Syaikh DR.Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata: “Perisai seorang ulama adalah ucapan “SAYA TIDAK TAHU” dan tirainya akan dirobek oleh kesombongan, tidak mau mengucapkan nya, juga ucapan “Katanya”. Berdasarkan prinsip ini, maka kalau setengah ilmu adalah ucapan “Saya tidak tahu” maka setengah kebodohan adalah ucapan “Katanya atau saya kira”[7]
7. Wajib Mengaku Saya Tidak Tahu, Jika Tidak Tahu.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang itu WAJIB berkata: “SAYA TIDAK TAHU” Apabila memang tidak tahu. Ini tidak akan membahayakan nya, bahkan ini akan menambah kepercayaan orang lain kepadanya.”[8]
8. Saya Tidak Tahu dan Kesempurnaan Akal serta Agama
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Wahai saudaraku, sesungguhnya diantara kesempurnaan akal dan iman, serta takwa kepada Allah dan mengangungkan-Nya adalah hendaknya seseorang mengatakan “WALLAHU A’LAM terhadap apa yang tidak diketahuinya, atau ucapan “SAYA TIDAK TAHU” atau “TANYAKAN KEPADA ORANG LAIN.” Karena ini termasuk kesempurnaan akal. Jika manusia melihat sikap kehati–hatian nya, maka mereka akan percaya kepadanya, juga karena dia mengetahui kadar kemampuan dirinya, ketika dia memposisikannya pada posisi yang sebenarnya. Hal ini pun termasuk kesempurnaan iman dan takwa kepada Allah karena dia tidak mendahului Rabb nya dan tidak berkata atas Nama Allah tentang agama-Nya tanpa ilmu. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, beliau adalah manusia paling berilmu tentang agama Allah. Ketika beliau ditanya tentang hal yang belum diturunkan wahyu kepadanya tentang hal itu, maka beliau menunggu hingga wahyu turun tentang masalah tersebut. Lalu Allah Subhanahu wa ta’ala menjawab tentang hal yang ditanyakan kepada Nabi-Nya itu.”[9]
9. Saya Tidak Tahu, Kenapa Harus Malu Diucapkan
Imam asy-Sya’bi rahimahullah ditanya tentang suatu masalah, lalu dia berkata: “SAYA TIDAK TAHU”. Maka para Sahabatnya berkata kepadanya: “Tidakkah engkau merasa malu dengan jawaban “Saya tidak tahu” seperti itu? Bukankah engkau adalah ahli fiqih negeri Iraq.” Imam Asy-Sya’bi rahimahullah kemudian berkata: “Para Malaikat saja tidak merasa malu ketika mereka mengatakan : “Kami tidak memiliki ilmu kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami.” (Al-Baqarah ayat 32)[10]
10. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dan Jibril pun mengucapkan SAYA TIDAK TAHU
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya bahwa ia pernah datang menemui Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, serata bertanya: “Wahai Rasulullah, bagian negeri manakah yang paling buruk?”
Beliau menjawab: “SAYA TIDAK TAHU” Saat Jibril Alaihissalam datang menemui beliau, beliau bertanya: “Hai Jibril, bagian negeri manakah yang paling buruk?” Jibril menjawab: “Aku tidak tahu sampai aku bertanya kepada Rabbku Azza wa Jalla.” Berangkatlah Jibril.
Setelah beberapa saat ia pergi, kemudian datang kembali, maka ia mengatakan: “Hai Muhammad, engkau tadi bertanya kepadaku, bagian negeri yang manakah paling buruk? Lalu aku menjawab “Aku tidak tahu”. Aku sudah bertanya kepada Rabbku (Allah Subhanahu wa ta’ala), “Bagian negeri manakah yang paling buruk?” Dia (Allah) menjawab: “Pasar.” (Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Tahqiq Kitab Shifat Al-Fatawa wa Al-Mufti wa Al-Mustafti hal 9. Diriwayatkan oleh al-Hakim 2/6 dengan sanad yang Hasan)[11]
Apa susahnya bagi seseorang ketika ditanya tentang suatu persoalan yang tidak diketahuinya, dia menjawab “SAYA TIDAK TAHU” atau ketika ditanya tentang sesuatu yang tidak dimengertinya, lalu dia menjawab “SAYA TIDAK MENGERTI” Padahal Imam (Pemimpin) nya berkenaan dengan hal itu adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, Jibril dan para malaikat yang dimuliakan Allah. Para sahabat juga berkomitmen dengan metode tersebut. Mereka terus menggunakan cara itu, dan tidak pernah menyimpang darinya sedikitpun. Mereka tidak pernah memaksakan diri terhadap hal – hal yang tidak mereka kuasai dengan baik dan tidak pula mereka menampilkan hal yang tidak mereka miliki.[12]
11. Ucapan Saya Tidak Tahu adalah Penentram Hati
Disebutkan oleh Imam al-Baihaqi rahimahullah dari hadits Muslim al-Biththin, dari Azrah At-Tamimi, ia mengatakan “Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu pernah berkata: “Aduhai betapa menyejukkan hati ku.” Beliau mengucapkan kalimat itu sebanyak tiga kali. Orang–orang bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, Apakah itu?” Beliau menjawab: “Bila seseorang ditanya tentang suatu hal yang tidak diketahuinya, lalu ia menjawab: “SAYA TIDAK TAHU.”[13]
12. Saya Tidak Tahu Termasuk Lima Perkara
Disebutkan dari Ali Radhiyallahu’anhu bahwa beliau berkata: “Ada lima perkara, jika seseorang bepergian ke Yaman sekalipun, maka kelima perkara tersebut menjadi imbalan nya dari perjalanan nya. 1.Seorang hamba hanya takut kepada Rabbnya, 2.Ia hanya khawatir terhadap dosanya, 3.Orang yang tidak mengetahui, tidak malu untuk belajar, 4.Orang yang tidak mempunyai ilmu bila ditanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya, tidak malu mengatakan: “SAYA TIDAK TAHU.” 5.dan kesabaran sebagai bagian dari agama, tidak ubahnya kepala pada tubuh ini.”[14]
13. Saya Tidak Tahu adalah Sebaik–Baik Ucapan Setelah Ilmu.
Imam Az-Zuhri rahimahullah meriwayatkan dari Khalid bin Aslam yakni saudara Zaid bin Aslam, : “Kami (Khalid) pergi bersama Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu dengan berjalan kaki, lalu seorang Arab Badui menyusul kami seraya bertanya: “Apakah engkau Abdullah bin Umar?” Beliau menjawab: “Iya.”
Orang itu berkata: “Aku sudah bertanya tentang keberadaan engkau, dan akhirnya aku ditunjukkan ke tempat ini. Tolong beritahukan kepada ku, apakah seorang bibi berhak mendapatkan warisan?” Beliau (Ibnu Umar) menjawab : “SAYA TIDAK TAHU.” Orang Arab Badui itu bertanya (keheranan): “Engkau tidak tahu?” Beliau menjawab: “Ya, coba pergilah untuk menemui para Ulama di Madinah, lalu bertanyalah kepada mereka.” Saat berpaling, ia mencium kedua tangan Ibnu Umar, seraya berkata: “Abu Abdurrahman berkata dengan sebaik – baiknya, ditanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya, maka dia menjawab “SAYA TIDAK TAHU.”[15]
14. Saya Tidak Tahu dan Tambahan Ilmu
Imam Abu Dzayyal rahimahullah menuturkan: “Belajarlah untuk mengucapkan: “Saya Tidak Tahu” Karena kalau engkau mengucapkan: “Saya Tidak tahu” maka banyak orang yang akan mengajarkan kepada mu, sehingga engkau akan menjadi tahu. Dan kalau engkau menjawab: “Aku Tahu”, maka mereka bertanya kepada mu sehingga engkau tidak tahu lagi.”[16]
15. Lebih Baik Lidah Dipotong Dari Berbicara Agama Tanpa Ilmu
Imam al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar rahimahullah pernah ditanya tentang sesuatu, maka ia menjawab: “Saya tidak menguasainya.” Si penanya berkata: “Aku datang kepadamu untuk menanyakan hal itu, dan aku tidak mengenal –ulama- selain dirimu?” Al-Qasim menjawab: “Jangan hanya melihat jenggot ku yang panjang, atau banyaknya orang yang belajar di sekelilingku. Demi Allah, aku memang tidak menguasai persoalan itu.” Lalu seorang tua dari suku Quraisy yang duduk disamping beliau berkata: “Hai keponakan ku, teguhkanlah pendapatmu itu. Sungguh, aku tidak melihat ada yang lebih mulia di majelis mu hari ini daripada mu.” Al-Qasim pun berkata: “Demi Allah, Apabila lidah ku ini dipotong itu lebih baik bagiku daripada berbicara degan sesuatu yang aku tidak memiliki ilmu tentang nya.”[17]
[1] Ma’alim fi Thariq Thalab al-Ilmi, Syaikh DR.Abdul Aziz as-Sadhan. Terj Bimbingan Menuntut Ilmu hal 281-282. Cet Pustaka At-Tazkia.
[2] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 200. Cet Pustaka At-Tazkia.
[3] Ma’alim fi Thariq Thalab al-Ilmi, Syaikh DR.Abdul Aziz as-Sadhan. Terj Bimbingan Menuntut Ilmu hal 282. Cet Pustaka At-Tazkia.
[4] Sumber pada faidah no 4 “Saya tidak tahu adalah Kebenaran.”
[5] Dari Tadzkirah as-Sami’ hal 42, Ibnu Jama’ah. Lihat Ma’alim fi Thariq Thalab al-Ilmi, Terj Bimbingan Menuntut Ilmu hal 282. Cet Pustaka At-Tazkia.
[6] Ma’alim fi Thariq Thalab al-Ilmi, Syaikh DR.Abdul Aziz as-Sadhan. Terj Bimbingan Menuntut Ilmu, hal 282–283. Cet Pustaka At-Tazkia.
[7] Syarah Hilyah Thalibil ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu hal 203. Cet Pustaka Imam asy-Syafi’i.
[8] Syarah Hilyah Thalibil ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu hal 203. Cet Pustaka Imam asy-Syafi’i.
[9] Kitab Al-‘Ilmi, karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Panduan Lengkap Menuntut Ilmu, hal 90. Cet Pustaka Ibnu Katsir.
[10] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 200. dan Kitab Al-‘Ilmu, Syaikh Muhammad al-Utsaimin. Terj Panduan Lengkap Menuntut Ilmu, hal 92.
[11] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 195. Cet Pustaka At-Tazkia.
[12] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 196. Cet Pustaka At-Tazkia.
[13] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 197.
[14] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 197.
[15] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 197.
[16] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 200. Cet Pustaka At-Tazkia.
[17] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 198–199. Cet Pustaka At-Tazkia.
[2] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 200. Cet Pustaka At-Tazkia.
[3] Ma’alim fi Thariq Thalab al-Ilmi, Syaikh DR.Abdul Aziz as-Sadhan. Terj Bimbingan Menuntut Ilmu hal 282. Cet Pustaka At-Tazkia.
[4] Sumber pada faidah no 4 “Saya tidak tahu adalah Kebenaran.”
[5] Dari Tadzkirah as-Sami’ hal 42, Ibnu Jama’ah. Lihat Ma’alim fi Thariq Thalab al-Ilmi, Terj Bimbingan Menuntut Ilmu hal 282. Cet Pustaka At-Tazkia.
[6] Ma’alim fi Thariq Thalab al-Ilmi, Syaikh DR.Abdul Aziz as-Sadhan. Terj Bimbingan Menuntut Ilmu, hal 282–283. Cet Pustaka At-Tazkia.
[7] Syarah Hilyah Thalibil ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu hal 203. Cet Pustaka Imam asy-Syafi’i.
[8] Syarah Hilyah Thalibil ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu hal 203. Cet Pustaka Imam asy-Syafi’i.
[9] Kitab Al-‘Ilmi, karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Panduan Lengkap Menuntut Ilmu, hal 90. Cet Pustaka Ibnu Katsir.
[10] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 200. dan Kitab Al-‘Ilmu, Syaikh Muhammad al-Utsaimin. Terj Panduan Lengkap Menuntut Ilmu, hal 92.
[11] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 195. Cet Pustaka At-Tazkia.
[12] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 196. Cet Pustaka At-Tazkia.
[13] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 197.
[14] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 197.
[15] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 197.
[16] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 200. Cet Pustaka At-Tazkia.
[17] Afatul ‘Ilmi, Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu, hal 198–199. Cet Pustaka At-Tazkia.
1. Hilyah Thalibil Ilmi, Syaikh DR.Bakr Abu Zaid dan Syarah nya oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu. Cet Imam asy-Syafi'i.
2. Kitab Al-Ilmu' karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Panduan Lengkap Menuntut Ilmu. Cet Ibnu Katsir.
3. Ma'alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi karya Syaikh DR.Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan. Terj Bimbingan Menuntut Ilmu. Cet At-Tazkia.
4. Afatul 'Ilmi karya Syaikh Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu. Cet At-Tazkia.
2. Kitab Al-Ilmu' karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Terj Panduan Lengkap Menuntut Ilmu. Cet Ibnu Katsir.
3. Ma'alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi karya Syaikh DR.Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan. Terj Bimbingan Menuntut Ilmu. Cet At-Tazkia.
4. Afatul 'Ilmi karya Syaikh Abu Abdillah Muhammad Ruslan. Terj Bencana Ilmu. Cet At-Tazkia.