Bismillah. Alhamdulillah.
Semoga Shalawat dan Salam tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau, sahabat beliau dan orang - orang yang mengikuti beliau dengan baik sampai akhir zaman. Amma ba’du :

Canda seperti garam, apabila terlalu banyak maka dia akan merusak. Dan Apabila dia terlalu sedikit atau tidak ada, maka akan kekurangan rasa. Bagaimana Islam mengatur tentang canda, berikut ulasan. Semoga bermanfaat...

FAIDAH 1 : DEFINISI CANDA
Canda menurut bahasa Arab disebut al-Mazhu (المزح). Disebutkan dalam Qamus al-Muhkam : “Makna al-Mazhu adalah lawan dari makna al-Jidd (الجد yang berarti Serius)

Pensyarah kitab al-Qaamuus menyebutkan bahwa lafazh المزاح (Al-Mizaahu) yaitu salah satu bentuk turunan dari lafazh المزح  (Al-Mazhu) artinya “Membuat orang lain merasa senang dengan cara yang santun, penuh simpatik dan tidak menyakiti. Jadi, ia harus bersih dari unsur – unsur pelecehan dan penghinaan terhadap sesuatu.

Adapun menurut istilah syari’at, al-Mazhu (canda) adalah bermakna menyenangkan perasaan orang lain dengan cara yang santun, penuh simpatik, dan tidak menyakiti. [Al-Mausu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah hal 13571]

FAIDAH 2 : PEMBAGIAN CANDA
Menurut Imam Ibnu Hibban rahimahullah, canda itu ada dua macam : Ada canda yang terpuji dan ada canda yang tercela.

1. Canda yang terpuji adalah canda yang tidak dikotori oleh hal – hal yang dibenci Allah Subhanahu wa ta’ala, tidak mengarah kepada dosa, dan tidak menyebabkan terputusnya silaturrahim.

2. Canda yang tercela adalah canda yang dapat mengakibatkan permusuhan, menghilangkan kewibawaan, memutuskan persahabatan, serta membuat orang biasa bersikap lancang dan dengki kepada orang yang mulia. [Raudhah al-‘Uqalaa’ hal 77 dengan sedikit penyuntingan]

FAIDAH 3 : HUKUM CANDA
Hukum bercanda terbagi kedalam 4 (empat) hukum :

1. Canda yang Mustahab (Dianjurkan atau Disunnahkan)
Canda yang dianjurkan yaitu apabila suatu canda terkandung maslahat (manfaat) dalam canda tersebut, seperti untuk menyenangkan orang yang diajak bicara dan mengakrabkan hubungan silaturrahim dengan nya.

2. Canda yang Mubah (Boleh)
Canda yang dibolehkan yaitu apabila suatu canda tidak mengandung manfaat (maslahat), tetapi pada waktu yang sama, canda itu bersih dari unsur – unsur yang diharamkan atau dimakruhkan, maka canda hukumnya mubah hukumnya.

3. Canda yang Makruh (Dibenci)
Canda yang dibenci, yaitu canda dalam perkara yang hukum nya mubah (boleh) tetapi dilakukan dengan sering sekali dan berulang – ulang kali.

4. Canda yang Haram (Dilarang)
Canda yang dilarang, yaitu canda yang mengandung unsur pelecehan terhadap agama.

FAIDAH 4 : TUJUAN CANDA
Imam al-Mawardi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang berakal cerdas hanya akan bercanda untuk dua hal yang bermanfaat.

1. Untuk menghibur teman bicaranya atau menarik simpati darinya. Diantara caranya adalah bertutur kata yang baik dan berbuat kebaikan. Hal ini sebagaimana nasihat seorang bijak kepada anaknya :

“Hai anak ku, tempatkanlah candamu secara propesional. Sebab canda yang berlebihan dapat menodai kehormatan diri dan menjadikan orang yang kurang beretika bersikap lancang kepadamu. Camkanlah juga sedikit sekali bercanda merupakan kekurangan dalam pergaulan dan dapat menghalangi keakraban.”

2. Untuk menghilangkan kesedihan orang lain.

Ada pepatah yang berbunyi : “Orang yang merasakan sakit didada harus mengeluarkan penyebab sakitnya.”

Kedua hal yang bermanfaat ini harus diperhatikan, karena canda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam tidak keluar dari kedua konteks (tujuan ini).” [Faidhul Qadir III/13]

FAIDAH 5 : CANDA YANG DIHARAMKAN (DILARANG)
Hukum asal canda adalah Mubah (boleh), akan tetapi dia bisa berubah menjadi haram apabila melanggar syari’at. Berikut beberapa bentuk canda yang diharamkan :

1. Canda dalam Masalah Agama.
Maksudnya syari’at tidak boleh dijadikan objek canda, baik itu terkait dengan hak – hak Allah atau yang lain nya yang berhubungan dengan agama ini.

Allah Subhanahu wa ta’a berfirman :

ولا تتّخذوا ءايت الله هزوا

“…Dan janganlah kamu menjadikan ayat – ayat Allah sebagai bahan ejekan…” [al-Quran al-Baqarah ayat 231]

2. Canda yang mengandung unsur Dusta.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :

يأيّها الذين ءامنو اتّقوا الله وكونوامع الصّدقين

“Wahai orang – orang beriman. Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang – orang yang benar.” [al-Quran at-Taubat ayat 119]

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhuma menuturkan : “Sungguh, tidak boleh berdusta baik secara serius maupun bercanda. Bacalah firman-Nya : “Wahai orang – orang beriman. Bertakwalah kepada Allah, dan termasuk kamu dengan orang – orang yang benar.” Lantas, masihkah kalian mempunyai alasan yang membolehkan kedustaan!”

3. Canda dengan mengambil milik orang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

لا يأخذنّ أحدكم متاع أخيه لا عبا ولا جادّا , ومن أخذ عصا أخيه فليردّها عليه

“Janganlah salah seorang diantara kalian mengambil harta orang lain, baik secara bercanda maupun serius. Barangsiapa yang mengambil tongkat milik orang lain, hendaklah dia mengembalikan tongkat itu kepadanya.” [Shahih : Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/221), Abu Dawud (no 5003), Tirmidzi (no 2160) dan yang lain nya]

4. Canda dengan Menakut – nakuti sesama Muslim.
Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

لايحل لمسلم أن يروّع مسلما

“Tidak halal bagi seorang Muslim menakut – nakuti sesama Muslim.” [Shahih : Diriwayatkan oleh Abu Dawud no 5004, Ahmad V/362 dan lain nya]

5. Canda dengan Menggunakan Senjata.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

لا يشير أحدكم على أخيه بالسّلاح , فأنّه لا يدري لعلّ الشّطان ينزع في يده , فيقع في حفرة من النّار

“Janganlah salah seorang dari kalian mengarahkan senjata nya kepada saudaranya. Sunnguh, dia tidak mengetahui karena bisa saja (boleh jadi) syaitan mencabutnya (senjata tadi) dari tangan nya (sehingga mengenai saudaranya itu), yang mengakibatkan dirinya terjungkal ke dalam lubang Neraka.” [Shahih : Diriwayatkan oleh Bukhari no 7072 dan Muslim no 2617]

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata : “Hadits ini merupakan dalil larangan terhadap berbuat apa saja yang dapat membawa dampak yang membahayakan sesama, meskipun dampai itu tidak terjadi. Baik hal itu dilakukan secara serius maupun canda.” [Fathul Baari XIII/28]

6. Canda kepada yang Bukan Mahram.
Canda yang dilarang (haram) selanjutnya adalah canda laki – laki kepada wanita yang bukan mahramnya atau sebaliknya. Sebab canda seperti ini dapat menimbulkan penyakit hati kepada lawan jenis serta bisa membuka pintu fitnah.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirma :

...فلا تخضعن بالقول فيطمع الّذى في قلبه مرض وقلن قولا مّعروفا

“…Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suaramu) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” [al-Quran Surat al-Ahzaab ayat 32]

FAIDAH 6 : KEBURUKAN AKIBAT CANDA YANG TERLARANG / TERCELA
Keburukan akibat canda yang tercela atau terlarang adalah :
Bisa merampas kehormatan dan merusaknya.
Bisa memutuskan persahabatan.
Bisa memunculkan hasad dan dengki.
Bisa menumbukan perbedatan antara sesama.
Bisa mengundang dosa.
Bisa menimbulkan kemarahan orang yang dicandai.
Bisa melalaikan hati dari perkara – perkara yang lebih penting bagi dunia dan akhirat.
Bisa menumpahkan darah sesama muslim.

FAIDAH 7 : DAMPAK BERCANDA
Secara sepintas canda terkesan ringan, namun apabila canda ditempatkan secara salah, akibatnya bisa jauh dari yang dibayangkan, apalagi menyangkut hukum Syari’at dan kesucian nya. Karena canda, seorang Muslim bisa saja terjerumus ke dalam kemurtadan. Karena canda pula, seorang suami bisa kehilangan isterinya. Berikut dampak akibat salah didalam bercanda :

1.Kufur dan Murtad dari Islam
Sadar atau tidak, canda bisa menjerumuskan seseorang kepada kekufuran.

Imam Ibnu Qudamah rahimahulah menjelaskan dalam al-Mughni, kata beliau :

“Siapa saja yang mencerca dan mencela Allah Subhanahu wa ta’ala, maka dia telah kafir, baik perbuatan itu dilakukan dalam konteks canda atau serius. Begitu juga, siapa saja yang mengolok  olok Allah, ayat-ayat-Nya, Rasul-Rasul-Nya ataupun Kitab – Kitab-Nya maka dia telah kafir.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :

ولىن سألتهم ليقولنّ إنّماكنّانخوض ونلعب , قل أبالله وءايته ورسوله كنتم تستهزءون . لا تعتذرواقدكفرتم بعد إيمنكم , إن نّعف عن طآىقة منكم نعذب طآىفة بأنّهم كانوا مجرمين

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab : “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah : “Mengapa kepada Allah dan ayat – ayat Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok – olok? Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah bertaubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang – orang yang (selalu) berbuat dosa.” [al-Quran At-Taubah ayat 65 – 66] [Lihat, Al-Mughni X/103. Dengan ringkas]

2. Berlakunya Ketetapan Hukum Syari’at
Para Ulama rahimahumullah berpendapat bahwa ucapan canda terkait akad nikah, talak, dan rujuk (pada talak satu dan dua) berdampak pada keabsahan (ke sah-an) ketiga hal tersebut. Maksudnya meskipun seseorang mengucapkan nya dalam kontek bercanda, hukum berikut segala konsekuensinya akan tetap berlaku menurut syariat.

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata : “Jika seorang suami mengucapkan lafazh talak kepada isterinya, maka talaknya jatuh. Baik dia memang meniatkan nya atau tidak meniatkan nya. Kami juga telah menjelaskan bahwa berlakunya hukum talak tidak memerlukan niat, jadi hukumnya tetap berlaku meskipun seseorang tidak meniatkan nya. Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai hukum tersebut. Sebab menurut kaidah, suatu hukum yang berlaku sekedar dengan ucapan tidak membutuhkan niat selama diungkapkan dengan lafazh yang jelas dan tidak banyak tafsir. Baik maksudnya bercanda atau serius seperti halnya hukum pada akan jual beli.” [al-Mughni VIII/280]

3. Berlakunya Beberapa Jenis Akad
Imam asy-Syafi’I rahimahullah menjelaskan : “Perlu dijelaskan perihal seseorang yang mengakui mempunyai utang kepada rekan nya kemudian dia berkata : “Aku Cuma Bercanda” jika rekan nya membenarkan canda orang itu, maka tidak halal baginya meminta pembayaran utang tersebut. Akan tetapi, jika orang itu serius dan pengakuan nya benar, maka rekan nya boleh mengambil piutan tersebut. Namun jika orang itu ragu, menurut ku sebaiknya dia tidak mengambil piutan tersebut hingga yakin terhadapnya.” [lihat al-Umm VII/41]

FAIDAH 8 : MANFAAT DARI CANDA YANG TERPUJI
Adapun manfaat canda yang terpuji adalah sebagai berikut :
Dapat menghibur kegalauan jiwa.
Dapat memperbaiki hubungan persahabatan.
Dapat menghidupkan hati nurani.
Dapat mengusir kejengahan hidup.
Dapat membantu meringankan dan memecahkan permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga, seperti merendam marah suami atau isteri.
Dapat membantuk efektifitas sejumlah profesi, seperti meringankan beban pasien.
Dapat melunakan dan menarik simpati orang lain.
Dapat mempertajam kepekaan hati dan kecerdasan otak.
Dapat mendatangkan pahala jika canda nya mengandung manfaat.

FAIDAH 9 : KAIDAH – KAIDAH DAN ADAB DALAM BERCANDA
Dalam bercanda untuk mendapatkan manfaat nya dan menjauhi mudaratnya, maka berikut kaidah – kaidah yang harus dipahami seseorang sebelum dia bercanda.

1. Canda harus mengandung kebenaran.
Canda harus selalu mengandung kebenaran. Ketentuan ini berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu yakni bahwa beliau bertanya : “Wahai Rasulullah, (mengapa) engkau bercanda kepada kami?” Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam menjawab : “Sesungguhnya yang aku katakan tidak lain adalah kebenaran.”

2. Tidak bercanda dalam perkara agama.

3. Tidak bercanda secara berlebih – lebihan dan terus menerus.

4. Memilih waktu dan tempat yang sesuai untuk bercanda.

5. Tidak keluar dari batasan canda yang dianjurkan dan dibolehkan.

6. Memahami benar tujuan canda.
Yakni untuk menghibur teman berbicara nya atau menarik simpati darinya dan untuk menghilangkan kesedihan orang lain.

7. Tidak menyakiti orang lain dengan canda.

8. Canda harus jauh dari unsur ejekan.
Yakni seorang muslim harus menjauhkan canda atau senda gurau dari ejekan atau pelecehan teradap kehormatan seseorang, juga dari penghinaan, atau ghibah dengan menyebutkan salah satu kekurangan orang dan aib orang.

9. Bercanda hanya kepada orang yang sederajat.
Yakni canda harus dilihat kepada siapa kita bercanda, jangan bercanda kepada orang yang lebih tua karena dapat menimbulkan kedengkian dan merusak kehormatan nya. Jangan bercanda kepada orang yang bodoh, dungu atau yang tidak dikenalnya dan jangan bercanda dengan orang yang sedang tidak menginginkan untuk dicandai.

10. Tidak menjadikan canda sebagai profesi (pekerjaan).

11. Menunjukkan kasih sayang kepada orang yang diajak bercanda.

12. Tidak mencandai musuh secara panjang lebar, karena bisa saja tanpa disadari dia membeberkan kekurangan nya sendiri dan memberikan kesempatan menang kepada musuh.

13. Canda tidak boleh asusila (sesuatu yang cabul tercela dalam Islam).

14. Canda tidak mengandung Ghibah.

15. Ulama tidak bercanda dengan orang awam karena khawatir akan terjadi kesalah pahaman, hendak juga tidak bercanda diatas mimbar atau dipasar – pasar dan tempat umum. Hal itu demi menjaga kehormatan ilmu mereka serta kemuliaan diri dan kedudukan mereka.

FAIDAH 10 : MENGOBATI PENYAKIT SUKA BERCANDA
Suka bercanda adalah penyakit yang bisa membawa keburukan dan dampak buruk bagi diri seseorang maupun yang lain. Berikut ini adalah cara mengobati penyakit suka bercanda :

Berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar Allah menyelamatkan dan memperbaiki keadaan nya sebaik mungkin.
Memperbanyak istighfar agar Allah melimpahkan taufik-Nya dan membantunya hingga terbebas dari penyakit ini.
Menyibukkan diri dengan hal – hal yang bermanfaat bagi dunia nya dan akhirat nya, seperti sibuk menuntut ilmu agama, atau giat mempelajari al-Quran dan as-Sunnah atau menghadiri majelis – majelis ilmu, bisa juga dengan memperbanyak amalan sunnah seperti shalat sunnah, berdzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan lain nya.
Memilih teman yang shalih dan bermajelis dengan ulama, karena duduk dengan mereka bisa menimbulkan rasa malu untuk bercanda, sehingga jiwa akan dipaksa untuk tidak bercanda hingga akhirnya terbiasa dengan canda yang sekedarnya saja.
Memahami petunjuk Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dalam bercanda.
Memikirkan akibat canda didunia dengan memikirkan dampak canda, “Apakah ia berdampak baik atau justru buruk bagi kita dan orang lain.?”
Merenungi segala yang menunggunya setelah kematian menjemput seperti merenungi adanya timbangan amal, ada nya lembaran – lembaran amal dan surga dan neraka, sehingga renungan ini membuahkan kesadaran bagi dirinya dan dia bisa menahan lisan nya dari keburukan mengarahkan nya kepada kebaikan.
Memperhatikan waktu bercanda yakni memikirkan apakah waktunya sesuai atau tidak untuk bercanda. Karena ada waktu – waktu yang kita dituntut untuk serius dan ada juga waktu – waktu yang kita dituntut untuk tidak serius.
Memahami kedudukan oranglain karena ada orang yang tidak menerima atau tidak suka dicandai dan ada orang yang bisa menerima canda kita.

[Diringkas dan disarikan dari kitab Al-Mizaah Adabu wa Ahkamu karya as-Sayyid bin Ahmad Hamudah. Diterjemahkan dengan judul “Canda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dan Orang – Orang Shaleh” oleh Pustaka Imam Syafi’i]

Ditulis :
Jambi – Indonesia
Sabtu Pagi : 20 Jumada Akhir 1433 H / 12 Mei 2012 M
Prima Ibnu Firdaus ar-Roni al-Mirluny
 
Top