Facebook ini ibarat seperti sebuah pisau, bisa bermanfaat bila digunakan untuk hal-hal bermanfaat tetapi juga bisa membawa bahaya.

Facebook bisa digunakan sebagai wadah silaturahmi di dunia maya, berdakwah, menimba ilmu, dan sebagainya. Namun, sebaliknya Fecebook juga bisa digunakan sebagai ajang maksiat. Berikut ini penjelasannya lebih terperinci:

1. Manfaat Facebook

Di antara manfaat Facebook:

A. Sebagai sarana dakwah
Facebook bisa digunakan sebagai sarana dakwah yang bagus di tengah keringnya ilmu dan informasi tentang Islam yang benar, sehingga betapa banyak orang mendapatkan hidayah disebabkan membaca artikel di Facebook atau diskusi di Facebook.

B. Wadah silaturrahmi
Facebook bisa digunakan sebagai wadah untuk menyambung silaturrahmi antara sesama teman, orang tua, kerabat, murid, atau guru dan ajang untuk menceri kawan lebih banyak lagi yang itu hukum asalnya adalah boleh-boleh saja.

C. Menyimpan file/tulisan
Tulisan yang disimpan di komputer bukan tidak mungkin akan hilang saat komputer terkena virus. Akan tetapi, jika disimpan di Fecebook, maka file tersebut tetap akan selamat selama account masih aktif.

2. Keburukan Facebook

Di antara keburukan Facebook:

A. Kecanduan
Banyak dari pengguna Facebook merasa asyik berbalas atau chatting, sehingga mereka menjadi lupa pada waktu, tugas kewajibannya, bahkan ada yang sampai dibuat lalai dari aturan agama gara-gara kecanduan Facebook.

B. Wadah maksiat
Banyak dari para pengguna Facebook tidak mengindahkan aturan agama sehingga menjadikan Facebook sebagai wadah maksiat, berupa ghibah, fitnah, gosip, pacaran, dan sebagainya.

C. Gambar foto
Di antara wabah Facebook yang sangat perlu diperhatikan adalah budaya menampilkan foto-foto pribadi yang jelas akan dilihat banyak orang, bahkan tekadang yang ditampilkan adalah foto-foto seronok yang mengumbar nafsu. Oleh karenanya, bagi para pengguna Facebook hendaknya mengganti foto-foto tersebut dengan foto-foto lain yang tidak bermasalah seperti pemandangan alam dan sejenisnya.[Lihat Facebook Sebelah Surga Sebelah Neraka hlm26-31 karya Yuniardi Syukur]

Muhammad asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pembagian yang benar mengenai sikap dalam menghadapi penemuan modern Barat terbagi menjadi empat macam:

1. Meninggalkan penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya
2. Menerima penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya.
3. Menerima yang berbahaya dan meninggalkan yang bermanfaat.
4. Mengambil yang bermanfaat dan meninggalkan yang berbahaya.

Dengan pembagian penemuan modern menjadi empat ini, ternyata kita dapati bahwa pertama, kedua, dan ketiga adalah batil tanpa diragukan lagi, berarti yang benar hanya satu yaitu keempat.”[Adhwa’ul Bayan : 4/382]

Tentu saja, Facebook adalah termasuk masalah kontemporer yang tidak ada dalilnya secara khusus. Namun,bila kita telaah kaedah-kaedah fiqhiyyah yang telah mapan, dapat kita temukan beberapa argumentasi yang menunjukkan hukum asal penggunaan Facebook adalah boleh, setidaknya ada dua kaedah fiqih yang bisa kita terapkan untuknya:

1. Asal segala urusan dunia hukumnya boleh
Kaidah ini merupakan kaidah yang agung sekali, yaitu bahwa asal semua urusan dunia adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya dan asal semua ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang mensyari’atkannya. Banyak sekali dalil al-Qur’an dan hadits yang menunjukkan kaidah berharga ini, bahkan sebagian ulama menukil ijma’ (kesepakatan) tentang kaidah ini.[Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/166 oleh Imam Ibnu Rajab]

Cukuplah dalil yang sangat jelas tentang ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Apabila itu urusan dunia kalian maka itu terserah kalian, dan apabila urusan agama maka kepada saya.”[HR. Ibnu Hibban: 1/201 dan sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim]

Bila ada yang mengatakan, “Bagaimana apabila alat dunia tersebut ditemukan oleh orang nonmuslim?” Jawabnya:

Sekalipun begitu, bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu menerima strategi membuat parit sebagaimana usulan Salman al-Farisi ketika Perang Khandaq?! Jadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima strategi tersebut walaupun asalnya adalah dari orang-orang kafir dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan bahwa stretegi ini najis dan kotor karena berasal dari otak orang kafir. Demikian juga tatkala shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, beliau meminta bantuan seorang penunjuk jalan yang kafir bernama Abdullah al-Uraiqith. Semua itu menunjukkan bolehnya mengambil manfaat dari orang-orang kafir dalam masalah dunia dengan tetap mewaspadai virus agama mereka. Dalam hikmah Arab dikatakan:

'Ambillah buahnya dan buanglah kayunya ke api'.[Lihat pula al-Adzbu an-Namir min Majalis Syinqithi fi Tafsir: 2/602 oleh Khalid bin Utsman as-Sabt dan Risalah Rof’u Dzull wa Shoghor hlm. 42-45 oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani]
Maka tidak selayaknya seorang hamba menolak nikmat Allah tanpa alasan syar’i dan tidak halal baginya untuk mengharomkan sesuatu tanpa dalil.

2. Sarana tergantung pada tujuannya
Ini juga merupakan kaidah yang sangat penting dan berharga sekali.[Lihat al-Qowa’id wal Ushul Jami’ah hlm. 13-19 oleh Syaikh Abdurrahman as-Sa’di]

Tidak ragu lagi bahwa dakwah, silaturrahmi, menimba ilmu, dan lainnya merupakan tujuan yang mulia, maka segala sarana yang menuju kepada tujuan tersebut hukumnya seperti tujuannya. Hal ini sama persis dengan hukum menaiki pesawat terbang untuk berangkat haji, menggunakan bom, tank, dan alat-alat canggih modern untuk jihad dan sebagainya; tidak diragukan tentang bolehnya karena alat-alat tersebut merupakan sarana menuju ibadah yang mulia.

Kesimpulannya, bahwa Facebook layaknya alat-alat teknologi lainnya seperti telepon, radio, tipe, dan sebagainya, bisa digunakan untuk menimbulkan kerusakan akidah, pemikiran, akhlak dan sebagainya tetapi ini tidak boleh hukumnya dalam pandangan syariat. Dan bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Maka seyogianya bagi kaum muslimin untuk memanfaatkan alat ini untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi dunia dan akhirat agar dakwah Islam semakin berkembang dan menyebar.

Wallahu A’lam..

Sumber: al-Ahkam al-Fiqhiyyah li Ta’amulat Iliktroniyyah hlm. 82 oleh Dr. Abdurrahman as-Sanad

Jaya Indrarukmana
 
Top