Para Pelaku Maksiat Dikhawatirkan Akan Mati Dalam Su'ul Khatimah
Bila Anda perhatikan kondisi kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput, Anda akan melihat bahwa mereka terhalangi untuk mendapatkan husnul khatimah, sebagai hukuman akibat perbuatan-perbuatan jelek mereka.
Al-Hafizh Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Asy-Syibli berkata: "Ketahuilah bahwa su'ul khatimah itu -semoga Allah menjauhkan kita darinya- mempunyai penyebab-penyebab. Ada jalan-jalan dan pintu-pintu yang mengantarkan kepadanya. Penyebab, jalan dan pintu yang paling besar ialah larut dalam urusan keduniaan, tidak acuh dengan urusan akhirat dan berani melakukan maksiat kepada Allah.
Bisa saja ada seseorang yang sudah terbiasa melakukan kesalahan atau maksiat tertentu, atau sudah terbiasa tidak acuh dan berani melakukan maksiat, sehingga menguasai hatinya, akalnya tertawan oleh kebiasaan tersebut, pelita hatinya padam dan terbentuklah hijab yang dapat menutupinya. Akibatnya, teguran tidak akan lagi berguna, nasihat tidak akan lagi bermanfaat dan bisa saja kematian datang menjemput saat dia dalam keadaan demikian.
Lalu datanglah panggilan kebaikan dari sebuah tempat yang jauh, namun dia tidak dapat memahami maksudnya. Dia tidak tahu apa yang diinginkan oleh panggilan itu, sekalipun orang yang meneriakkan panggilan itu terus mengulangi dan mengulanginya lagi."
Sungguh, ini adalah pemahaman yang sangat baik, bila seseorang itu khawatir bahwa dosa-dosanya akan membuatnya terhina di kala meninggal dunia nanti, sehingga dia terhalang untuk memperoleh husnul khatimah.
Dan oleh karena itu, para ulama salaf khawatir kalau dosa-dosa itu dapat menghalangi mereka untuk memperoleh husnul khatimah.
Abdul Haq juga berkata: "Ketahuilah bahwa su'ul khatimah itu -semoga kita dilindungi oleh Allah darinya- tidak akan terjadi pada orang yang secara lahir dia istiqamah dan secara batin dia shalih.
Su'ul khatimah akan terjadi pada orang yang dasarnya sudah rusak atau senantiasa melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan. Barangkali hal itu menjadi kebiasaannya, sehingga kematian datang menjemputnya sebelum sempat bertaubat, akhirnya dia meninggal sebelum memperbaiki dirinya, urat nadinya dicabut sebelum dia kembali pada Allah, sehingga saat itu setan berhasil merenggut dan menyambarnya di saat yang genting tersebut. Na'udzu billah !"
Sumber: “Yayasan Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
Bila Anda perhatikan kondisi kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput, Anda akan melihat bahwa mereka terhalangi untuk mendapatkan husnul khatimah, sebagai hukuman akibat perbuatan-perbuatan jelek mereka.
Al-Hafizh Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Asy-Syibli berkata: "Ketahuilah bahwa su'ul khatimah itu -semoga Allah menjauhkan kita darinya- mempunyai penyebab-penyebab. Ada jalan-jalan dan pintu-pintu yang mengantarkan kepadanya. Penyebab, jalan dan pintu yang paling besar ialah larut dalam urusan keduniaan, tidak acuh dengan urusan akhirat dan berani melakukan maksiat kepada Allah.
Bisa saja ada seseorang yang sudah terbiasa melakukan kesalahan atau maksiat tertentu, atau sudah terbiasa tidak acuh dan berani melakukan maksiat, sehingga menguasai hatinya, akalnya tertawan oleh kebiasaan tersebut, pelita hatinya padam dan terbentuklah hijab yang dapat menutupinya. Akibatnya, teguran tidak akan lagi berguna, nasihat tidak akan lagi bermanfaat dan bisa saja kematian datang menjemput saat dia dalam keadaan demikian.
Lalu datanglah panggilan kebaikan dari sebuah tempat yang jauh, namun dia tidak dapat memahami maksudnya. Dia tidak tahu apa yang diinginkan oleh panggilan itu, sekalipun orang yang meneriakkan panggilan itu terus mengulangi dan mengulanginya lagi."
Diriwayatkan, bahwa ada seorang dari anak buah An-Nashir (salah seorang pemimpin di masa Abbasiyah) yang sedang didatangi oleh sakaratul maut, kemudian anaknya berkata: "Ucapkanlah, 'Laa Ilaaha Illallah !" Orang itu berucap: "An-Nashir adalah tuanku."
Diulangilah permintaan itu kepadanya, namun jawaban orang itu tetap sama. Tiba-tiba orang itu tidak sadarkan diri dan setelah dia siuman, dia berucap lagi: "An-Nashir adalah tuanku." Begitulah terus menerus. Setiap kali dikatakan kepadanya ucapan "Laa Ilaaha Illallah" dia malah berucap: "An-Nashir adalah tuanku."
Kemudian dia berkata pada anaknya: "Hai Fulan, sesungguhnya An-Nashir itu dapat mengenalmu hanya dengan pedang dan keberanianmu membunuh/ berperang", kemudian dia meninggal dunia.
Abdul Haq berkata: "Pernah dikatakan juga pada orang lain -yang saya mengenalnya-: "Ucapkanlah ' Laa Ilaaha Illallah', tiba-tiba dia malah berucap: "Tolong rumah yang di sana itu diperbaiki dan kebun yang di sana itu, tolong di kerjakan ..."
Abdul Haq juga berkata: "Diantara riwayat dari Abu Thahir As-Silafiy yang dia izinkan aku untuk meriwayatkannya, yaitu kisah bahwa ada seorang pria yang sedang sakaratul maut, kemudian dikatakan kepadanya: Ucapkanlah 'Laa Ilaaha Illallah'. Namun dia malah mengucapkan kata-kata dengan bahasa Persia yang artinya 'sepuluh dengan sebelas' (maksudnya, boleh berutang sepuluh tapi bayarnya sebelas, pent)."
Dan pernah pula dikatakan pd orang lain lagi:Ucapkanlah 'Laa Ilaaha Illallah'.Dia malah mengatakan "Mana jalan ke pemandian Manjab?" (nama pemandian).
Kata Abdul Haq: "Kata yang diucapkannya itu ada ceritanya. Suatu ketika ada seorang pria yang sedang berdiri di depan rumahnya. Rumah tersebut pintunya menyerupai pintu sebuah tempat pemandian, tiba-tiba lewat di situ seorang wanita cantik dan bertanya, 'Mana jalan ke pemandian Manjab? Dia menjawab (sambil menunjuk ke pintu rumahnya), 'Ini dia pemandian Manjab itu!'
Maka, wanita itu pun masuk ke dalam rumahnya sampai ke belakang. Setelah dia sadar terjebak di rumah sang pria dan tahu bahwa dia sedang ditipu, dia pura-pura menampakkan rasa gembira dan suka citanya karena pertemuannya dengan pria itu. Kemudian wanita itu berkata, 'Sebaiknya (sebelum kita berkumpul), engkau harus mempersiapkan untuk kita apa-apa yang dapat membuat indah kehidupan kita sekaligus menyenangkan hati kita'.
Dengan segera pria itu menjawab, 'Sekarang juga aku akan membawakan untukmu semua apa yang kamu inginkan dan kamu senangi'. Lalu dia pergi ke luar dan meninggalkan si wanita dalam rumah, namun tidak menguncinya. Kemudian dia pun mengambil apa yang dia bisa bawa lalu kembali ke rumahnya. Tapi sayang, si wanita itu telah keluar dan pergi. Sedikitpun wanita itu tidak mengambil apa-apa dari rumahnya.
Pria itu akhirnya menjadi mabuk kepayang dan selalu ingat pada wanita tadi. Dia berjalan di lorong-lorong dan gang-gang sambil mengatakan: "Ya Tuhanku, suatu hari, di kala sudah lelah dia bertanya, 'Mana jalan ke pemandian Manjab?'.
Suatu saat, di waktu dia mengucapkan bait syair tadi, ada seorang wanita -dari jendela pintu rumahnya- berkomentar: "Mengapa -di saat sudah mendapatkannya- tidak dengan segera engkau menutup rumah itu atau mengunci pintunya?"
Mendengar itu, mabuk kepayangnya tambah menjadi-jadi. Begitulah terus kondisinya sehingga bait syair itu menjadi kata-kata terakhirnya saat meninggal dunia."
Suatu malam, Sufyan Ats-Tsauri menangis sampai pagi. Di pagi itu, ada yang bertanya kepadanya: "Adakah semua yang kau lakukan ini karena takut akan dosa?" Lalu Sufyan mengambil segenggam tanah seraya berkata: "Dosa itu lebih ringan dari batu ini, aku menangis karena takut akan su'ul khatimah."
Sungguh, ini adalah pemahaman yang sangat baik, bila seseorang itu khawatir bahwa dosa-dosanya akan membuatnya terhina di kala meninggal dunia nanti, sehingga dia terhalang untuk memperoleh husnul khatimah.
Al-Imam Ahmad pernah menyebutkan bahwa Abu Darda' di saat sakaratul maut datang, dia pingsan tak sadarkan diri, kemudian dia siuman dan membaca: "Dan (begitulah) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat." (Al-An'am: 110.)
Dan oleh karena itu, para ulama salaf khawatir kalau dosa-dosa itu dapat menghalangi mereka untuk memperoleh husnul khatimah.
Abdul Haq juga berkata: "Ketahuilah bahwa su'ul khatimah itu -semoga kita dilindungi oleh Allah darinya- tidak akan terjadi pada orang yang secara lahir dia istiqamah dan secara batin dia shalih.
Su'ul khatimah akan terjadi pada orang yang dasarnya sudah rusak atau senantiasa melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan. Barangkali hal itu menjadi kebiasaannya, sehingga kematian datang menjemputnya sebelum sempat bertaubat, akhirnya dia meninggal sebelum memperbaiki dirinya, urat nadinya dicabut sebelum dia kembali pada Allah, sehingga saat itu setan berhasil merenggut dan menyambarnya di saat yang genting tersebut. Na'udzu billah !"
Diriwayatkan bahwa -di Mesir- dulu ada seseorang yang selalu pergi ke mesjid untuk adzan dan melakukan shalat. Wajahnya berwibawa dan penuh cahaya ibadah. Suatu hari dia naik ke menara -seperti biasanya untuk adzan-.
Di bawah menara itu ada rumah seorang Nashrani, dia melongok ke dalam rumah tersebut, dan melihat anak perempuan pemilik rumah itu akhirnya dia tergoda dengannya, lalu dia tinggalkan adzan saat itu, turun menemuinya, dan masuk ke dalam rumahnya. Anak perempuan itu bertanya: "Ada apa, apa yang kamu inginkan?" Dia menjawab: "Aku menginginkan kamu."
Dia bertanya lagi: "Mengapa demikian?" Dia menjawab: "Sungguh, engkau telah menawan jiwaku dan menguasai seluruh relung hatiku." Perempuan itu berkata: "Aku tidak akan pernah memenuhi keinginanmu selamanya." Pria tadi menjawab: "Aku akan mengawinimu lebih dahulu." Perempuan itu berkata: "Engkau seorang muslim dan aku nashrani. Ayahku tidak akan mengawinkan aku denganmu.
Lelaki itu berkata: "Aku akan masuk agama Nashrani!" Maka wanita itu berkata: "Jika kamu lakukan itu, maka aku mau!" Akhirnya lelaki itu resmi masuk Nashrani agar dapat kawin dengannya. Dia pun tinggal bersama mereka. Dan pada hari itu, dia naik ke loteng yang ada di rumah tersebut, kemudian dia jatuh dan langsung mati. Kasihan, dia tidak berhasil mendapatkan perempuan tersebut dan dia kehilangan agamanya."
Diriwayatkan pula, ada seorang laki-laki yang senang kepada seseorang. Kesenangan dan kecintaannya sangat kuat, sehingga mampu menguasai hatinya. Bahkan, dia sampai jatuh sakit dan harus tidur beristirahat karenanya.
Sementara orang yang dicintai itu tidak mau menemuinya. Dia benar-benar tidak suka dan menjauh darinya. Sementara itu, orang-orang terus berusaha mempertemukan keduanya, sehingga, dia pun berjanji untuk menemuinya. Orang-orang datang membawa kabar tersebut, dia pun gembira dan sangat bersuka cita. Kesempitan di dadanya pun terasa hilang. Jadilah dia menunggu pada waktu yang sudah ditentukan untuknya.
Di saat itu, tiba-tiba datang orang yang akan mempertemukan keduanya, lalu menyampaikan: "Dia sudah berangkat bersamaku sampai di tengah perjalanan, namun dia kembali lagi. Aku terus mendorong dan merayunya, tapi dia berkata, 'Orang itu ingat dan menyebut-nyebut aku dan dia pun gembira dengan kedatanganku.
Namun aku tidak akan masuk ke tempat yang meragukan. Aku tidak akan mempersembahkan diriku untuk tempat-tempat yang mencurigakan.' Aku terus membujuknya, namun dia tidak mau dan terus pergi." Mendengar hal itu, orang yang sakit tadi langsung menjatuhkan diri dan kembali sakit dengan kondisi yang lebih parah lagi dari sebelumnya. Tanda-tanda kematian sudah tampak di wajahnya, saat itu dia mengatakan:
Wahai Salm, wahai penenang hati yang sakit. Wahai obat bagi tubuh yang kurus.
Keridhaanmu lebih diharapkan oleh hatiku ketimbang rahmat Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Mulia.
Maka (Abdul Haq Al-Asyibly) berkata kepadanya: "Wahai Fulan, takutlah engkau kepada Allah!!" Dia menjawab: "Semuanya sudah terjadi." Akhirnya aku meninggalkannya. Dan tidak sampai aku melewati pintu rumahnya, hingga aku mendengar dengan nyaring suara kematian. Kita berlindung kepada Allah dari su'ul khatimah.
Imam Ibnu Qayyim Al-jauziyah
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26