Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk , maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, adan aku bersaksi bahwa Muhammad Sallallahu 'alahi wasallam adalah hanya dan Rasul-Nya.

Amma ba’du:
Pembaca yang dimuliakan Allah, berdo’a dan berdzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala merupakan kesibukan yang baik, dan cara paling utama bagi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi. Berdo’a dan bedzikir adalah kunci segala kebaikan yang akan diperoleh seorang hamba di dunia dan akhirat, pencegah segala bentuk keburukan, mendatangkan berbagai manfaat dan menolak datangnya bahaya.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Jika Allah akan memberi kunci kepada seorang hamba, berarti Allah akan membukakan (pintu kebaikan) kepadanya dan jika seseorang disesatkan Allah, berarti ia akan tetap berada dimuka pintu tersebut.” (Lihat Al-Fawaaid hal. 127. Dinukil dari Fiqhul Ad-iyati wal Adzkaar hal. 5)

Bila seseorang tidak dibukakan hatinya untuk berdo’a dan berdzikir, maka hatinya selalu bimbang, perasaannya gunda-gulana, fikirannya kalut, selalu gelisa, hasrat dan keinginannya menjadi lemah. Namun bila seorang hamba selalu berdo’a dan berdzikir, selalu memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai keburukan, niscaya hatinya menjadi tenang karena ingat kepada Allah.

Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi, berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Seorang hamba yang selalu menukuni dzikir, setiap hari dan setiap, termasuk di dalamnya membaca al-Qur’an (merenungi maknanya) setiap hari, karena al-Qur’an adalah sebaik-baik dzikir, dan senantiasa berdo’a dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja, menjauhkan dan memberikan cahaya kepada hatinya.

Al-Qur’an, as-Sunnah dan Atsar Salafush Shalih telah memberikan pentunjuk mengenai jenis doa dan dzikir yang dianjurkan sebagaimana ibadah-ibadah lainnya. Nabi Sallallahu 'alahi wasallam sudah menjelaskan kepada umatnya dengan gamblang mengenai do’a dan dzikir dengan lengkap dan sempurna setiap hari, setiap waktu, dalam berbagai kesempatan dan dalam situasi dan kondisi yang dialami oleh seorang muslim.

Bila do’a dan dzikir ini dilaksanakan oleh seorang muslim sesuai dengan contoh Rasulullah Sallallahu 'alahi wasallam dan para Sahabatnya, maka ia akan mendapatkan petunjuk, ketenangan dan penawar hati dari berbagai penyakit, karena do’a dan dzikir merupakan obat bagi hati. Sebaliknya, orang yang tidak melaksanakan do’a dan dzikir seperti yang dicontohkan Rasulullah Sallallahu 'alahi wasallam, maka ia akan celaka, sesat dan hidupnya sempit serta dikuasai syaitan dan hawa nafsu. Nauzu billahi min zalik..

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahulah (wafat tahun 728 H) mengatakan: “Tidak diragukan lagi, bahwa sesungguhnya do’a dan dzikir adalah termasuk ibadah yang sangat utama. Ibadah itu harus didasari dengan sikap ittiba’ (mengikuti jejak) Nabi Sallallahu 'alahi wasallam dengan konsekoen dan konsisten, bukan mengikuti hawa nafsu dan bukan pula mengada-ada, membuat sesuatu yang baru yang tidak ada contohnya (bid’ah). Do’a dan dzikir yang diajarkan dan dicontohkan Nabi Sallallahu 'alahi wasallam adala bentuk do’a dan dzikir paling utama yang seharusnya diamalkan oleh setiap muslim. Orang yang melaksanakan do’a dan dzikir yang dicontohkan Nabi Sallallahu 'alahi wasallam, ia akan merasa aman dan selamat dan akan mendapatkan manfaat serta hasil yang optimal. Sementara do’a dan dzikir yang dibuat-buat, ada yang diharamkan dan ada yang makruh, bahkan ada yang syirik dan banyak sekali orang yang tidak tahu.” (Lihat Majmuu’ Fataawa – Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah XXII/510-511)

Yang diperintahkan bagi seorang muslim adalah berdzikir kepada Allah sesuai dengan apa yang disyari’atkan agama, dan berdo’a kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan do’a-do’a ma’-tsur yang datang dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi Sallallahu 'alahi wasallam yang shahih. Karena itu, wajib atas seorang muslim mengikuti (ittiba’) apayang telah disyari’atkan Allah dan apa yang telah dicontohkan Nabi-Nya Sallallahu 'alahi wasallam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Diantara orang yang sangat ‘aib dan tercela ialah orang yang menggunakan hizib atau wirud yang tidak ma’-tsur (tidak ada contohnya) dari Nabi Sallallahu 'alahi wasallam, sekalipun hizib dan wirid tersebut dari syaikhnya (tuan gurunya). Sementara, ia justru meninggalkan/mengabaikan dzikir dan wirid yang diajarkan dan dibaca oleh pemimpin umat manusia dan Imam seluruh makhluk, yaitu Muhammad Sallallahu 'alahi wasallam, yang merupakan hujjah Allah atas hamba-hamba-Nya.” (Lihat Majmuu’ Fataawa – Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah XXII/525)

Segala kebajikan adalah dengan ittiba’ (mengikuti) Nabi Sallallahu 'alahi wasallam, perpedoman pada petunjuknya, dan mengikuti Sunnahnya yang shahih. Beliau Sallallahu 'alahi wasallam adalah sosok teladan yang selalu mendapatkan limpahan rahmat dan shalawat dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Malaikat dan seluruh makhluk. Beliau Sallallahu 'alahi wasallam adalah manusia yang paling sempurnah dalam berdo’a dan berdzikir kepada Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi.

Imam Ibnu Qayyim rahimahullah (wafat tahun 751 H) berkata: “Dzikir yang paling baik dan paling bermanfaat adalah do’a dan dzikir yang diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dilaksanakan dengan konsisten dari do’a dan dzikir yang dicontohkan Rasulullah Sallallahu 'alahi wasallam, serta orang yang melakukannya memahami makna-makna dan maksud yang yang terkandung di dalamnya.” (Lihat Al-Fawaa-id libnil Qayyim hal. 247, Fawaa-idul Fawaa-id hal. 309, Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid)

Para pembaca yang dimulikan Allah, do’a dan dzikir mempunyai kedudukan yang tinggi dalam agama dan tempat yang istimewah dalam hati kaum muslimin. Kita-kitab yang berisikan tentang do’a dan dzikir dengan berbagai ragam mendapat perhatian yang cukup besar dikalangan masyarakat. Banyak sekali kitab yang ditulis oleh para ulama sepanjang zaman tentang do’a dan dzikir, ada yang menulis kitab-kitab tebal dengan sanadnya lengkap, ada yang sedang, ada yang singkat, ada kitab-kitab yang memuat hadits-hadits pilihan, ada yang tipis dan ada pula yang memberikan syaratnya (ulasandan komentar). Ada juga yang memuat riwayat shahih dan dha’if (lemah) dan ada pula yang membawakan riwayat-riwayat yang maudhu’ (palsu).

Bahkan ada buku do’a dan dzikir yang sangat berbahaya, yaitu orang yang menulis do’a dan dzikir yang dikarang0karang sendiri, tidak ada asalnya dari Nabi Sallallahu 'alahi wasallam, dibuat, dirangkai, disusun menurut ra’-yu (akal) dan hawa nafsunya, diberikan judul yang indah dan menarik, tapi isinya adalah jimat, wafaq, isim-isim,[1] dan potongan huruf Arab yang tidak bisa dipahami yang sudah jelah bid’ah, kesesatan dan syirik, yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak menurunkan sedikitpun ilmu kepada mereka.

Oleh karena itu umat Islam wajib berhati-hati, jangan sampai memiliki, menghafal dan mengamalkan do’a, dzikir dan wirid yang tidak ada contohnya dari Rasulullah Sallallahu 'alahi wasallam, karena hal itu akan membawa kepada bid’ah, kesesatan, syirik, penyimpangan, kekotoran hati, tertolaknya amal, tidak membawa kepada kekhusyu’an dan menjauhkan dia dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena syaitan berusaha supaya anak Adam 'alaihis salam sesat dan jauh dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Buku-buku tersebut banyak dibuat oleh kalangan thariqat Shufiyyah dari zaman dahulu sampai sekarang, bahkan sekarang ini marak sekali majelis-majelis dzikir Shufi, mereka mengajarkan dzikir ratusan atau ribuan kali secara berjama’ah dengan suara keras sambil menangis, yang mereka mengacu kepada buku-buku berisi hadits maudhu’ (palsu) dan tidak ada landasannya atau kepada hadits shahih yang tidak mejelaskan tentang kaifiyatnya (caranya).[2]  Perbuatan mereka termasuk bid’ah, berlebih-lebihan dalam ibadah dan riya’ (pamer), bahkan ditayangkan di media elektronik dan dimuat di media cetak untuk memamerkan tangis dan pura-pura khusyu’ di hadapan kaum muslimin. Dari sini, syaitan masuk menggoda dan menyesatkan mereka, sedikit demi sedikit. Hal ini sudah diingatkan oleh para ulama sejak zaman dahulu sampai sekarang.

Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah (wafat tahun 597 H) berkata: “Iblis telah meyesatkan kebanyakan dari orang awam dengan menghadirkan majelis-majelis dzikir dan mereka sengaja menangis... Sesungguhnya aku mengetahui, banyak sekali orang yang hadir di majelis tersebut bertahun-tahun, menangis, berpura-pura khusyu’, tetapi keadaan mereka tetap bermuamalah dengan riba (rentenir/Lintah darat), menipu dalam jual beli, tidak tahu tentang rukun shalat,[3]  selalu ghibah (membicarakan a’ib kaum muslimin) dan durhaka kepada kedua orang tua. Mereka adalah orang-orang yang terkena perangkap iblis (syaitan), aku melihat bahwa mereka menyangka bahwa hadir di majelis dzikir tersebut dan menangis akan menghapus dosa-dosa yang mereka kerjakan?!” (Lihat, al-Muntaqa an-Nafiis min Tabliis Iblis lil Imam Ibnul Jauzi hal. 542 oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, cet I Daar Ibnil Jauzi 1410 H)

Imam asy-Syathibi rahimahullah (wafat tahun 790 H) menjelaskan tentang orang yang mengadakan dzikir berjama’ah dengan satu suara, dan berkumpul pada waktu yang ditentukan, maka ini adalah bid’ah.” (Lihat Al-I’tishan I/318-321 tahqiq Syaikh Salim al-Hilali, lihat juga as-Sunan wal Mubtada’aat oleh ‘Amir ‘Abdul Mun’im Salim hal. 309-313, cet. I 1420 H. Maktabah ‘Ibadurrahman)

Kalau mereka mau memahami satu saja dari hadits Nabi Sallallahu 'alahi wasallam yang shahih dari sekian banyak hadits, maka nereka akan sadar bahwa do'a dan dzikir itu dilaksanakan dengan cara sembunyi dan suara perlahan. Dalam hadits tujuh golongan yang akan dilindungi Allah Subhanahu Wa Ta'ala pada hari kiamat, diantaranya Nabi Sallallahu 'alahi wasallam menyebutkan: “...seorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi/sendiri, lalu mengalirlah air matanya...” (HR Bukhari no. 660 - Fat-hul Baari II/143 dan Muslim no. 1031. Lihat Riyaadhush Shaalihiin no 376)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala, berfirman, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A'raaf: 55)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat tahun 774 H) berkata: “Maksudnya, dengan merendahkan diri dan penuh ketenangan serta suara yang lembut...”

Dalam sebuah hadits dari Abu Musa al-Asy'ari, ia berkata: “Orang-orang mengangkat suaranya bertakbir dan berdo'a, kemudian Rasulullah Sallallahu 'alahi wasallam bersabda:

'Hai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian, sesungguhnya kalian berdo'a kepada Rabb yang tidak tuli dan tidak juga jauh. Sesungguhnya kalian berdo'a kepada Rabb Yang Mahamendengar lagi Mahadekat, dan Dia bersama kalian.” (HR Bukhari no. 2992, 6384, 6610, 7386, Muslim no. 2704 dan Ahmad IV/402 dari Abu Musa al-Asy-ari)

Seperti Nabi Zakariaya 'alaihissalam beliau berdo'a dengan suara yang lembut: 'Yaitu ketika ia berdo'a kepada Rabb-nya dengan suara yang lembut.'” (QS. Maryam: 3)

“Dan sebutlah (Nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa taku, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A'raaf: 205)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata “...Ingatlah Rabb-mu dengan penuh harapan dan juga rasa takut serta dengan tidak mengeraskan suara. Demikianlah dzikir yang disunnahkan, bukan dengan teriakan dan suara yang keras.”

Ada satu riwayat yang shahih bahwa ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu (wafat tahun 32 H)[4] pernah melihat satu kaum di masjid, mereka membuat beberapa halaqah (kolompok), setiap halaqah ada seorang yang memimpin dan di tangan mereka ada biji-bijian tasbih, lalu (si pemimpin) berkata: “Bertakbirlah seratus kali,” dan mereka bertakbir seratus kali, lalu berkata: “Bertahlillah (ucapkan: Laa Ilaaha illallaah) seratus kali,” dan mereka bertahlil seratus kali, kemudian berkata: “Bertasbihlah (ucapkan: Subhaanallaah) seratus kali,” dan mereka bertasbih seratus kali.

Kemudian ‘Abdullah bin Mas’ud mendatangi halaqah-halaqah dzikir tersebut, lalu berkata: “Apa yang kalian lakukan?” Jawab mereka: “Wahai Abu ‘Abdirrahman, (ini adalah) batu kerikil (biji-bijian tasbih) yang kami pakai untuk menghitung tahlil dan tasbih.”

‘Abdullah bin Mas’ud berkata: “Hitunglah kejelekan dan kesalahan-kesalahan kalian, aku jamin tidak akan hilang kebaikan-kebaikan kalian. Celaka kalian ummat Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian, mereka Sahabat-Sahabat Nabi Sallallahu ‘alahi wasallam banyak yang masih hidup, ini pakaiannya belum rusak dan bejananya belum hancur, demi Rabb yang jiwaku ada di tangan-Nya, apakah kalian merasa lebih baik dari agama Nabi Muhammad Sallallahu 'alahi wasallam, atau kalian membuka pintu kesesetan?”

Mereka berkata: “Demi Allah, wahai Abu ‘Abdirrahman, kami tidak menginginkan kecuali kebaikan!” Beliau berkata: “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi tidak benar caranya! Sesungguhnya Rasulullah Sallallahu 'alahi wasallam bersabda: ‘Nanti akan ada satu kaum yang membaca al-Qur’an tidak melewati tenggorokan mereka!’ (Lanjut Ibnu Mas’ud): “Demi Allah, aku melihat apa yang disabdakan Nabi Sallallahu 'alahi wasallam tersebut kebanyakan (adalah) dari kalian.” (Lihat riwayat lengkapnya dalam Sunan ad-Darimi I/68-69, Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 2005)

Riwayat ini banyak sekali manfaatnya, di antaranya:

-‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengingkari cara berdzikir dengan berjama’ah meskipun niatnya baik, karena hal ini merupakan sesuatu yang baru dalam ibadah, yaitu bid’ah, dan setiap bid’ah adal kesesatan meskipun dianggap baik oleh orang banyak. ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Setiap bid’ah adalah kesesatan meskipun orang memandangnya baik.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah no. 126, Ibnu Baththah)

Demikianlah yang penulis bisa tuliskan sedikit tentang mengenai Do'a dan Wirid, semoaga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menambahkan reski serta usia yang panjang kepada penulis agar dapat menyempurkan kembali pembahasan ini. Allahumma shallii wa sallim ‘alaa nabiyyinaa Muhammad. Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin

Disaling dari Books Google "Do'a dan Wirid Mengobati Sihir dan Guna-guna (HC)" Oleh: Yasid bin Abdul Qadir Jawas (Dengan beberapa perubahan)
Penulis: Ibnu Umar. Kota Gorontalo, 12 Rabbi'ul Tsani 1436. Artikel: asdhar.blogspot.com
[1] Fatwa para ulama Ahlus Sunnah tentang buku-buku yang penuh dengan bid’ah dan syirik, tidak boleh diperjual belikan, bahkan harus dimusnakan. Lihat muqaddimah: “Kutub Hadzdzara minhal Ulama’” I/27-45. Oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman cet. I Daar Shumai’i 1415 H.
[2] Sikap seorang muslim, jika ada hadits shahih yang tidak menjelaskan tentang cara, seperti do’a dan dzikir, maka ia harus kembali kepada contoh Rasulullah Sallallahu 'alahi wasallam, bagaiamana beliau melaksakan do’a dan dzikir tersebut, begitu pula bagaiamana para Sahabat memahami sabda beliau tersebut.
[3] Banyak yang tidak tahu tentang cara shalat, dari mulai takbir sampai salam. Bahkan sangat banyak yang tidak tidak tahu tentang makna syahadatain, tauhid Uluhiyyah, Asma’ wash Shifat dan konsekuensinya. Allahu Musta’aan. ~pen
[4] 'Abdullah bin Mas'ud, kun-nyahnya Abu Abu 'Abduurrahman. Ia seorang ulama dari kalangan Sahabat yang pintar, faham Kitabbullah, faqih tentang agama dan alim tentang Sunnah. Lihat Siyar A'laamin Nubalaa' I/461-499 oleh Imam adz-Dzahabi.
 
Top