Orang tua berharap anaknya menjadi anak yang shalih adalah biasa. Sayangnya, tidak banyak orang tua yang mau menempuh jalan yang bisa menyampaikan terwujudnya harapan itu. Padahal Islam telah banyak memberikan bimbingannya baik di dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah, termasuk saat masih di dalam rahim.
Anak adalah sosok mungil idaman yang sangat dinanti kehadirannya oleh sepasang ayah bunda. Semenjak melangkah ke jenjang pernikahan, mereka berdua telah menumbuhkan harapan akan lahirnya si buah hati. Mereka terus memupuk harapan itu dengan menjaga calon bayi yang memulai kehidupannya di rahim ibunya, hingga saatnya hadir di dunia.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya lahir dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Segala upaya dikerahkan untuk mewujudkan keinginan mereka. Tentu tak patut dilupakan sisi-sisi penjagaan dan pendidikan yang telah diajarkan oleh Allah I dan Rasul-Nya. Bahkan dengan inilah, orang tua akan mendapatkan kemuliaan, bagi anaknya maupun diri mereka.
Dapat disimak pengajaran ini dalam indahnya Sunnah Rasulullah r. Di sana didapati bimbingan yang sempurna untuk kita terapkan dalam mendidik anak. Bahkan sebelum hadirnya sosok mungil itu pun Islam telah memberikan tuntunan penjagaan. Terus demikian tuntunan itu secara runtut didapati hingga saat melepas anak menuju kedewasaan.
Saat Kedua Orang Tua Bertemu
Inilah tuntunan Islam sebelum bertemunya dua mani yang menjadi bakal janin dengan izin Allah I. Usai pernikahan, ketika sepasang pengantin bertemu untuk pertama kalinya, disunnahkan mempelai pria memegang ubun-ubun istrinya dan mendoakannya. Didapati hal ini di dalam ucapan Rasulullah r:
“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, maka hendaknya ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah dan mendoakannya dengan barakah, serta mengucapkan, ‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan seluruh sifat yang Engkau jadikan padanya dan aku memohon perlindungan-Mu dari kejelekannya dan kejelekan sifat yang Engkau jadikan padanya.’ Apabila ia membeli unta, maka hendaknya ia pegang ujung punuknya dan berdoa seperti itu juga.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari dalam Af’alil ‘Ibad dan Al-Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya dengan sanad hasan, dan dishahihkan Al-Imam Al-Hakim dan disepakati Al-Imam Adz-Dzahabi. Lihat Adabuz Zifaaf fis Sunnatil Muthahharah, hal. 20, karya Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani t)
Dalam suasana pengantin baru, sang mempelai tak lepas dari tuntunan Rasulullah r. Demikian pula ketika kehidupan rumah tangga terus berlangsung. Rasulullah r juga memberikan bimbingan kepada setiap suami istri untuk mulai menjaga calon anak mereka ketika mereka hendak bercampur (jima’). Beliau bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian ketika mendatangi istrinya mengatakan: ‘Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau rizkikan kepada kami’, jika Allah tetapkan terjadinya anak, setan tidak akan dapat memudharatkannya selama-lamanya.” (Shahih, HR. Al-Imam Al-Bukhari)
Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa maksud perkataan Rasulullah r “Setan tidak akan memudharatkannya” yaitu setan tidak akan memalingkan anak itu dari agamanya menuju kekafiran, dan bukan maksudnya terjaga dari seluruh dosa (‘ishmah).
Menjaga Janin dari Hal-hal yang Menggugurkannya
Ketika benih telah mulai tumbuh, banyak upaya yang bisa dilakukan oleh calon orang tua untuk menjaga janin yang ada di perut ibunya. Si calon ibu akan mulai memilih makanannya, mengkonsumsi segala macam vitamin yang dapat menunjang kehamilannya, menjaga waktu istirahatnya, melakukan olah raga khusus, dan mengatur aktivitasnya. Tak lupa mereka memantau keadaan calon bayi dengan terus memeriksa kesehatannya.
Akan tetapi, adakalanya janin gugur bukan karena semata sebab medis. Terkadang ada sebab lain yang mengakibatkan gugurnya kandungan seorang ibu. Ini kadang-kadang tidak disadari oleh kebanyakan orang.
Semestinya kita mengetahui peringatan Rasulullah r dari hal-hal semacam ini yang diterangkan oleh syariat, sebagaimana Rasulullah r memerintahkan untuk membunuh ular yang disebut dengan dzu thufyatain yang dapat menyebabkan gugurnya janin. Beliau bersabda:
“Bunuhlah dzu thufyatain, karena dia dapat membutakan mata dan menggugurkan janin.” (Shahih, HR. Al-Imam Al-Bukhari)
Apakah dzu thufyatain? Dijelaskan oleh Ibnu ‘Abdil Bar t bahwa dzu thufyatain adalah jenis ular yang mempunyai dua garis putih di punggungnya.
Perintah Rasulullah r ini menunjukkan wajibnya menjaga dan menjauhkan hal-hal yang dapat membahayakan janin, dan ini merupakan salah satu pintu penjagaan dan perhatian syariat ini terhadap janin dan keadaannya.
Keringanan bagi Wanita Hamil untuk Berbuka
Tak jarang kondisi seorang ibu yang mengandung calon bayi di dalam rahimnya lemah. Suplai makanan yang dikonsumsinya harus terbagi untuk dirinya dan untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Sementara ketika bulan Ramadhan tiba, kaum muslimin diwajibkan untuk melaksanakan puasa, menahan lapar dan dahaga dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya bulatan matahari. Dengan ilmu dan hikmah-Nya, Allah I memberikan keringanan kepada hamba-hamba wanita-Nya yang sedang hamil dan menyusui untuk tidak menjalankan kewajiban berpuasa.
Ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah r:
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi menggugurkan separuh shalat atas orang yang bepergian dan menggugurkan kewajiban berpuasa dari wanita yang hamil dan menyusui.” (HR. Al-Imam At-Tirmidzi, An-Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan sanadnya hasan sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam At-Tirmidzi. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i dan dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1353, beliau berkata: hadits hasan shahih)
Abdullah ibnu ‘Abbas c memberikan penjelasan bahwa jika seorang wanita hamil mengkhawatirkan dirinya dan wanita yang menyusui mengkhawatirkan anaknya selama Ramadhan, maka keduanya berbuka (tidak berpuasa) dan setiap hari memberi makan satu orang miskin serta tidak meng-qadha puasanya.
Inilah bentuk-bentuk penjagaan Islam terhadap anak sebelum ia lahir ke dunia. Terlihat dengan gamblang perlindungan agama Allah I ini terhadap jiwa seorang manusia. Terbaca dengan jelas kasih sayang Allah I bagi seluruh hamba-Nya. Oleh karena itu, selayaknya ayah dan bunda memperhatikan penjagaan buah hati mereka.
“Barangsiapa yang menjaga kehidupan satu jiwa, maka seakan-akan ia menjaga kehidupan seluruh manusia.” (Al-Maidah: 32)
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab..
(Sember: Majalah "Syariah" Edisi 1, ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman Anisah)
Anak adalah sosok mungil idaman yang sangat dinanti kehadirannya oleh sepasang ayah bunda. Semenjak melangkah ke jenjang pernikahan, mereka berdua telah menumbuhkan harapan akan lahirnya si buah hati. Mereka terus memupuk harapan itu dengan menjaga calon bayi yang memulai kehidupannya di rahim ibunya, hingga saatnya hadir di dunia.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya lahir dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Segala upaya dikerahkan untuk mewujudkan keinginan mereka. Tentu tak patut dilupakan sisi-sisi penjagaan dan pendidikan yang telah diajarkan oleh Allah I dan Rasul-Nya. Bahkan dengan inilah, orang tua akan mendapatkan kemuliaan, bagi anaknya maupun diri mereka.
Dapat disimak pengajaran ini dalam indahnya Sunnah Rasulullah r. Di sana didapati bimbingan yang sempurna untuk kita terapkan dalam mendidik anak. Bahkan sebelum hadirnya sosok mungil itu pun Islam telah memberikan tuntunan penjagaan. Terus demikian tuntunan itu secara runtut didapati hingga saat melepas anak menuju kedewasaan.
Saat Kedua Orang Tua Bertemu
Inilah tuntunan Islam sebelum bertemunya dua mani yang menjadi bakal janin dengan izin Allah I. Usai pernikahan, ketika sepasang pengantin bertemu untuk pertama kalinya, disunnahkan mempelai pria memegang ubun-ubun istrinya dan mendoakannya. Didapati hal ini di dalam ucapan Rasulullah r:
“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, maka hendaknya ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah dan mendoakannya dengan barakah, serta mengucapkan, ‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan seluruh sifat yang Engkau jadikan padanya dan aku memohon perlindungan-Mu dari kejelekannya dan kejelekan sifat yang Engkau jadikan padanya.’ Apabila ia membeli unta, maka hendaknya ia pegang ujung punuknya dan berdoa seperti itu juga.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari dalam Af’alil ‘Ibad dan Al-Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya dengan sanad hasan, dan dishahihkan Al-Imam Al-Hakim dan disepakati Al-Imam Adz-Dzahabi. Lihat Adabuz Zifaaf fis Sunnatil Muthahharah, hal. 20, karya Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani t)
Dalam suasana pengantin baru, sang mempelai tak lepas dari tuntunan Rasulullah r. Demikian pula ketika kehidupan rumah tangga terus berlangsung. Rasulullah r juga memberikan bimbingan kepada setiap suami istri untuk mulai menjaga calon anak mereka ketika mereka hendak bercampur (jima’). Beliau bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian ketika mendatangi istrinya mengatakan: ‘Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau rizkikan kepada kami’, jika Allah tetapkan terjadinya anak, setan tidak akan dapat memudharatkannya selama-lamanya.” (Shahih, HR. Al-Imam Al-Bukhari)
Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa maksud perkataan Rasulullah r “Setan tidak akan memudharatkannya” yaitu setan tidak akan memalingkan anak itu dari agamanya menuju kekafiran, dan bukan maksudnya terjaga dari seluruh dosa (‘ishmah).
Menjaga Janin dari Hal-hal yang Menggugurkannya
Ketika benih telah mulai tumbuh, banyak upaya yang bisa dilakukan oleh calon orang tua untuk menjaga janin yang ada di perut ibunya. Si calon ibu akan mulai memilih makanannya, mengkonsumsi segala macam vitamin yang dapat menunjang kehamilannya, menjaga waktu istirahatnya, melakukan olah raga khusus, dan mengatur aktivitasnya. Tak lupa mereka memantau keadaan calon bayi dengan terus memeriksa kesehatannya.
Akan tetapi, adakalanya janin gugur bukan karena semata sebab medis. Terkadang ada sebab lain yang mengakibatkan gugurnya kandungan seorang ibu. Ini kadang-kadang tidak disadari oleh kebanyakan orang.
Semestinya kita mengetahui peringatan Rasulullah r dari hal-hal semacam ini yang diterangkan oleh syariat, sebagaimana Rasulullah r memerintahkan untuk membunuh ular yang disebut dengan dzu thufyatain yang dapat menyebabkan gugurnya janin. Beliau bersabda:
“Bunuhlah dzu thufyatain, karena dia dapat membutakan mata dan menggugurkan janin.” (Shahih, HR. Al-Imam Al-Bukhari)
Apakah dzu thufyatain? Dijelaskan oleh Ibnu ‘Abdil Bar t bahwa dzu thufyatain adalah jenis ular yang mempunyai dua garis putih di punggungnya.
Perintah Rasulullah r ini menunjukkan wajibnya menjaga dan menjauhkan hal-hal yang dapat membahayakan janin, dan ini merupakan salah satu pintu penjagaan dan perhatian syariat ini terhadap janin dan keadaannya.
Keringanan bagi Wanita Hamil untuk Berbuka
Tak jarang kondisi seorang ibu yang mengandung calon bayi di dalam rahimnya lemah. Suplai makanan yang dikonsumsinya harus terbagi untuk dirinya dan untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Sementara ketika bulan Ramadhan tiba, kaum muslimin diwajibkan untuk melaksanakan puasa, menahan lapar dan dahaga dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya bulatan matahari. Dengan ilmu dan hikmah-Nya, Allah I memberikan keringanan kepada hamba-hamba wanita-Nya yang sedang hamil dan menyusui untuk tidak menjalankan kewajiban berpuasa.
Ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah r:
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi menggugurkan separuh shalat atas orang yang bepergian dan menggugurkan kewajiban berpuasa dari wanita yang hamil dan menyusui.” (HR. Al-Imam At-Tirmidzi, An-Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan sanadnya hasan sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam At-Tirmidzi. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i dan dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1353, beliau berkata: hadits hasan shahih)
Abdullah ibnu ‘Abbas c memberikan penjelasan bahwa jika seorang wanita hamil mengkhawatirkan dirinya dan wanita yang menyusui mengkhawatirkan anaknya selama Ramadhan, maka keduanya berbuka (tidak berpuasa) dan setiap hari memberi makan satu orang miskin serta tidak meng-qadha puasanya.
Inilah bentuk-bentuk penjagaan Islam terhadap anak sebelum ia lahir ke dunia. Terlihat dengan gamblang perlindungan agama Allah I ini terhadap jiwa seorang manusia. Terbaca dengan jelas kasih sayang Allah I bagi seluruh hamba-Nya. Oleh karena itu, selayaknya ayah dan bunda memperhatikan penjagaan buah hati mereka.
“Barangsiapa yang menjaga kehidupan satu jiwa, maka seakan-akan ia menjaga kehidupan seluruh manusia.” (Al-Maidah: 32)
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab..
(Sember: Majalah "Syariah" Edisi 1, ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman Anisah)